KEDIRI – Kepemimpinan Hanindhito Himawan Pramana dan Dewi Mariya Ulfa terus kerja dan bekerja memberikan pelayanan terbaik kepada warga di Kabupaten Kediri. Kabar terbaru, tengah fokus memberikan nama untuk ibu kota kabupaten dengan menggandeng sejumlah satuan kerja, akademisi dan budayawan untuk pemberian nama
Mengacu UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibu Kota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibu Kota dan Pemindahan Ibu Kota. Disampaikan Sekda Dede Sujana saat memimpin rapat di Ruang Grahadi Gedung Pemkab Kediri, Selasa (8/06).
“Telah dibentuk Tim Ahli Penyusunan RPJMD 2021-2026 Kabupaten Kediri di Wisma Tamu pada Jum’at 09 April 2021. Menampung aspirasi masyarakat dan mengacu naskah akademik tahun 2013 tentang pemberian nama ibu kota. Tentunya pergantian nama ibu kota juga atas persetujuan DPRD Kabupaten Kediri,” terang Sekda, dalam rapat diikuti perwakilan SKPD, budayawan dan pelaku seni.
Nama-nama yang muncul dari rapat pembahasan diantaranya Dahanapura, Daha, Doko, Panjalu Jayati dan nama disarankan dalam naskah akademik yaitu Dahana Jayabaya. Menyikapi usulan nama, Imam Mubarok, salah satu budayawan menerangkan. Bahwa terkait nama harus sudah ada secara nomenklatur dan memiliki hubungan erat dengan puncak kemenangan Prabu Jayabaya sertsa nama Pendopo Panjalu Jayati.
‘Saya punya dasar untuk mengusulkan dua nama, selain Dhahanapura. Bila dimintai saran saya lebih condong nama Pamenang, berasal dari kata Mamenang,” terang lelaki akrab disapa Gus Barok. Kemudian secara rinci juga menyampaikan naskah akademik sebenarnya telah lama dilakukan kajian sebelumnya.
- Mamenang | Pemenang
Nama besar Jayabaya tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa, sehingga namanya muncul dalam kesusastraan Jawa zaman Mataram Islam atau sesudahnya sebagai Prabu Jayabaya. Contoh naskah yang menyinggung tentang Jayabaya adalah Babad Tanah Jawi , Serab Babad Khadiri dan Serat Aji Pamasa. Dikisahkan Jayabaya adalah titisan Wisnu. Negaranya bernama Widarba yang beribu kota di Mamenang.
- KATANG-KATANG
Prasasti Kamulan yang ditemukan di Desa Kamulan Kabupaten Trenggalek yang berangkat tahun 1116 saka, tepatnya menurut Damais tanggal 31 Agustus 1194.Pada prasasti itu juga menyebutkan nama, Kediri, yang diserang oleh raja dari kerajaan sebelah timur.”Aka ni satru wadwa kala sangke purnowo”, sehingga raja meninggalkan istananya di Katangkatang (“tatkala nin kentar sangke kadetwan ring katang-katang deni nkir malr yatik kaprabon sri maharaja siniwi ring bhumi kadiri”)
- Dhaha | Dhahanapura
Daha merupakan singkatan dari Dahanapura, yang berarti kota api. Nama ini terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal ini sesuai dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan, melainkan pindah ke Daha.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan. Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha.
Menyikapi sejumlah usulan nama berdasarkan kajian ini, Yusron selaku Kabag Pemerintahan Kabupaten Kediri, akan segera menyampaikan hasil ini kepada kepala daerah. “Dengan menghadirkan budayawan dan pelaku seni, menjadikan dasar bagi kepala daerah untuk memutuskan nama ibu kota Kabupaten Kediri,” terangnya. (kdr)