foto : Anisa Fadila

Eco Enzyme Jadi Simbol Cinta Sungai Brantas, World Clean Up Day 2025 Bersama Mbak Wali

Bagikan Berita :

KEDIRI – Ratusan relawan lingkungan bersama jajaran Pemerintah Kota Kediri menyatu dalam semangat World Clean Up Day 2025. Sabtu (20/9), Jembatan Lama yang membentang anggun di atas Sungai Brantas menjadi saksi aksi bersih-bersih yang sarat makna. Tak hanya memungut sampah, kegiatan ini juga diwarnai dengan penuangan Eco Enzyme, cairan ramah lingkungan hasil fermentasi kulit buah dan sayur, sebagai simbol kepedulian sekaligus pengingat bahwa sampah pun bisa kembali menjadi berkah.

Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati, menegaskan bahwa Eco Enzyme bukan sekadar cairan pembersih rumah tangga. Lebih dari itu, ia menjadi wujud nyata bagaimana limbah organik dapat diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat, bahkan mampu menjaga kualitas air sungai.

“Dengan menuangkan Eco Enzyme ke Sungai Brantas, kita ingin menunjukkan bahwa sampah bisa bernilai guna. Harapannya Brantas semakin bersih, ekosistem tetap lestari, dan kebersihan menjadi budaya sehari-hari, bukan sekadar gerakan musiman,” ungkap Mbak Wali sapaan akrabnya.

Senada dengan itu, Kepala DLHKP Kota Kediri, Imam Muttakin, mengingatkan bahwa kualitas air Brantas saat ini masih berada pada kategori sedang. Tanpa kepedulian masyarakat, kondisi tersebut bisa menurun. Menurutnya, pemanfaatan Eco Enzyme mampu menjadi langkah sederhana namun berarti untuk memperbaiki mutu air sekaligus mendukung kehidupan di dalamnya.

“Eco Enzyme bukan hanya pupuk, tetapi juga penjernih air yang ramah lingkungan. Dengan kesadaran kolektif, Brantas bisa kembali pulih,” ujarnya.

Gerakan peduli sampah di Kediri juga mendapat dukungan dari akar rumput. Salah satu contohnya adalah Bank Sampah Dewi Sekartaji di Kecamatan Mojoroto. Sejak berdiri pada 2014, bank sampah ini konsisten mengedukasi warga untuk memilah sampah. Kini, 75–80 persen masyarakat sekitar sudah terbiasa memisahkan sampah organik dan anorganik.

Sampah organik diolah menjadi kompos atau pakan ternak, sementara plastik saset yang sulit terurai disulap menjadi ecobrick bernilai jual hingga Rp25 ribu per kilogram.

Menurut pengelola bank sampah, Nurul, tantangan utama bukan lagi kesadaran masyarakat, melainkan pemasaran produk olahan.

“Warga sudah rajin menyetorkan sampah, hanya saja pemasaran produk seperti kompos dan ecobrick masih perlu diperkuat,” jelasnya.

Menutup rangkaian kegiatan, Wali Kota Vinanda menegaskan bahwa aksi bersih-bersih tak boleh berhenti sebagai seremoni tahunan. World Clean Up Day diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat sinergi lintas sektor, dari pemerintah, komunitas, hingga masyarakat umum.

“Menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Dengan keterlibatan aktif semua pihak, saya yakin Kediri bisa menjadi kota yang lebih bersih, sehat, dan nyaman dihuni,” tutupnya.

jurnalis : Anisa Fadila
Bagikan Berita :