KEDIRI – Permasalahan dampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) milik Pemerintah Kota Kediri, dikelola Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan Pertamanan (DLHKP) seakan tidak berujung. Terlihat, saat digelar pertemuan antara perwakilan warga di Kelurahan Pojok dengan pihak terkait di Ruang Rapat DLHKP, Jumat (17/09). Justru banyak pihak berharap, ada hasil lebih besar bisa didapatkan warga daripada hanya berharap kompensasi diberikan setiap tahunnya.
Awalnya mereka akan menggelar demo namun kemudian sepakat digelar pertemuan untuk menghasilkan solusi terbaik. “Kami akan melaporkan terkait penyalahgunaan wewenang pencairan anggaran tahun 2020. Ada sejumlah warga justru diberikan hak seperti Ring Satu. Lalu kajian akademis UGM berbasis RT, bagi kami tidak masuk logika” ucap Priyo, koordinator aksi dikonfirmasi usai pertemuan.
Terkait permasalahan ini, Anang Kurniawan selaku pejabat baru Kepala DLHKP berusaha memberikan penjelasan secara detail. Bahwa dilakukan kajian ini, justru usulan dari warga setempat. Selanjutnya dibuat naskah akademik dijadikan salah satu pijakan pemerintah dan telah disosialisasikan melalui para RT.
“Dampak dari kajian tersebut, ada sejumlah warga yang kemudian tidak menerima kompensasi. Namun bukan berarti pemerintah kota tidak akan memberikan dalam bentuk uang. Monggo yang ingin mengusulkan pelatihan atau bantuan fisik terkait kebutuhan di lingkungan,” ucap Anang Kurniawan.
Adapun besaran kompensasi warga terdampak tetap tidak ada perubahan untuk Zona I sebesar Rp. 1 juta dan Zona II sebesar Rp. 425 ribu. Diterangkan Kepala DLHKP, uang tersebut yang akan langsung ditransfer ke rekening masing-masing. “Bila kemudian masih ada warga menuntut untuk diberi kompensasi, berarti ada komunikasi yang terputus dan harus diluruskan,” terangnya.
Terkait permasalahan di atas, Wakil Ketua DPRD Kota Kediri, Katino menyampaikan saran justru sebaiknya kompensasi tersebut diwujudkan pelatihan atau kebutuhan bersama warga setempat. Kemudian secara bertahap, pemerintah kota segera melakukan modernisasi terkait pengolahan sampah.
“Bila memang tidak mampu membeli peralatan terbarukan soal pengolahan sampah, bisa menggandeng pihak ketiga. Faktanya masih ada gunungan sampah bahkan hingga membeli lahan untuk perluasan. Kenapa tidak menerapkan tekhnologi tepat guna,” jelas Katino.
Lalu apa salah satu bentuk pelatihan? Katino yang juga Ketua DPC Gerindra Kota Kediri memberikan contoh pembuatan pupuk cair organik dan peternakan. “Kan tidak butuh modal banyak. Warga diajari cara membuat pupuk. Atau mungkin ada ingin menggembala kambing atau domba. Justru hasilnya akan lebih banyak daripada mengharapkan kompensasi tiap tahu,” imbuhnya.
Jurnalis : Yusril Ihsan Editor : Nanang Priyo Basuki