Kabar santer dari lingkungan Balai Kota Kediri, bahwa penegak hukum kini membidik kasus aset. Merupakan hasil tukar guling berada di luar Kota Kediri. Lahan tersebut, dikabarkan milik sejumlah pemerintah kelurahan. Kemudian isu berkembang telah lama, dikuasai oleh seseorang dikenal dekat dengan penguasa pemerintahan.
Pihak aparat, dikabarkan tengah mengumpulkan bahan bukti serta memanggil sejumlah pihak terkait. Karena temuannya, selama lahan tersebut disewa tidak berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Bila kemudian kabar ini benar, sejumlah lurah harus siap berhadapan penegak hukum. Seperti halnya para kepala desa di Kabupaten Kediri. Saat ini menjalani pemeriksaan, diduga terjerat rekayasa ujian perangkat desa.
Penulis : Nanang Priyo Basuki Jurnalis kediritangguh.co
Lahan hasil tukar guling yang dikuasai oleh pihak yang tidak berhak, merupakan pelanggaran serius yang dapat dikenai sanksi hukum. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Tindakan penguasaan lahan tanpa hak dapat dikenai sanksi berupa pidana penjara dan/atau denda.
Pada Pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga dijelaskan terkait penggelapan. Sanksi pidana bagi pelaku penggelapan tanah dapat mencapai pidana penjara selama 4 tahun atau denda sebanyak empat kali lipat dari nilai tanah yang digelapkan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga memberikan perlindungan terhadap hak atas tanah. Jika terjadi sengketa atau perselisihan terkait dengan penguasaan lahan hasil tukar guling. Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan agraria guna menyelesaikan masalah tersebut.
Lalu bagaimana jika lahan hasil tukar guling berada di luar Kota Kediri ini, kemudian terbukti dikuasai satu orang? Apakah patut diduga Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), bila terjadi kolusi dan nepotisme? Dimana hasil sewa lahan tidak dimasukkan pendapatan daerah.