KEDIRI – Dikonfirmasi usai pertemuan dengan perwakilan rektorat, Kholifah Putri selaku penanggung jawab aksi menyampaikan. Kondisi penyintas pelecehan seksual sekarang hanya diam dan tertekan. Yang membuat kaget, dia juga menjabat Korps HMI Wati (KOHATI) Komisariat IAIN Kediri, pelaku diketahui justru berjumlah empat dosen.
“Kami ingin meyakinkan korban agar mau speak up lagi karena dari satu pelaporan malah menimbulkan traumatis bagi korban. Kalau di-bully tidak, namun hari ini kampus hanya memproses jika ada korban lapor. Kalau yang lapor kurang lebih lima orang. Yang ditangani sekarang ada satu cuma yang up di sosmed ada sekitar empat dosen dari fakultas yang sama,” ucapnya, Jumat kemarin.
Kholifah Putri menyatakan sosoknya mungkin baik saja kalau memperlakukan kepada beberapa mahasiswi yang sekiranya menarik perhatian dan diminati. “Tapi yang speak up lumayan banyak di medsos. Kemungkinan yang sudah lulus dan sudah menikah kemungkinan akan speak up. Modusnya berbeda, ada yang cuma bimbingan skripsi, atau cuma chat atau lewat verbal,” terangnya.
Kalau laporan korban yang paling parah sampai di cium, imbuhnya, tapi pihak kampus menampik ini semua. “Sudah ditangani tapi permasalahannya ketika pihak kampus menangani korban juga mendatangkan pelaku. Tidak menutup kemungkinan korban merasa tertekan dan tidak akan menjelaskan yang sesungguhnya,” tegasnya.
Lalu apakah benar salah satu pelakunya Kaprodi Fakultas IAT, seperti dugaan sejumlah mahasiswa? atau justru oknum mahasiswi-nya yang sengaja memberi kesempatan? Hingga kini belum ada data pasti, siapakah korban dan oknum dosen yang melakukan tindakan ini. Hanya sekedar ramai diperbincangkan di media sosial dan kabarnya permasalahan ini telah diselesaikan secara internal.
Sang Dosen Sosok Ulama
Tim redaksi kediritangguh.co berusaha mendatangi salah satu rumah pengajar IAIN Kediri, M. Akib yang namanya santer diperbincangkan. Rumah berwarna utama hijau ini terlihat sepi dan tertutup rapat. di RT. 30 RW. 10 Lingkungan Bulurejo Kelurahan Blabak Kecamatan Pesantren Kota Kediri. Hanya terlihat beberapa anak remaja berada di belakang rumahnya.
“Beliau merupakan dosen, di rumah memiliki pondok dan merupakan kyai ulama di lingkungan masyarakat sini. Kesehariannya dikenal ramah dan banyak anak-anak hingga remaja yang mengaji di sana,” ucap salah satu tetangga minta tidak disebutkan identitasnya. Makanya dia mengaku kaget dan tidak percaya atas kabar diterima terkait kasus pelecehan seksual ini.
Tetangga lainnya juga membenarkan jika telah merintis mendirikan pondok pesantren. “Beliau bagi kami sosok ulama di sini. Guru ngaji memiliki pondok meski baru berdiri dan masih dirintisnya. Sekitar 10 tahun lebih tinggal di sini dan ini merupakan cita-citanya ingin mendidik anak,” ucap Suparjan. Lalu kemana pemilik rumahnya? dia mendapat kabar kemarin selepas Dhuhur pergi ke Malang bersama keluarganya.
Sementara tuntutan disampaikan 15 mahasiswa saat bertemu pimpinan rektorat, dengan mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Peduli Kepada Korban Penyintas. Pertama membawa pelaku ke ranah hukum, kedua memberikan keadilan kepada penyintas an pendampingi psikis kepada korban, kampus dituntut sebagai ruang aman bagi mahasiswa.
“Dari pernyataan pimpinan meski tidak ditemui Pak Rektor, komitmen akan memproses kasus ini bila ada korban yang melapor. Pelayanan PSGA itu faktanya atau beritanya tidak sesuai dengan keterangan korban. Kalau lapor kepada pihak berwajib, kami tetap meyakinkan korban karena kalau kami sendiri kurang kuat buktinya,” uap Kholifah Putri.
Jurnalis : Kintan Kinari Astuti – Yusril Ihsan Editor : Nanang Priyo Basuki