SIDOARJO – Persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi hibah sapi di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (27/9), memunculkan sejumlah kejanggalan. Beberapa saksi yang dihadirkan tampak kesulitan memberikan keterangan jelas, bahkan salah satunya sampai mendapat teguran keras dari majelis hakim.
“Anda bisa kena laporan palsu,” tegas hakim kepada Izra, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) hibah koperasi sapi, saat memberi kesaksian.
Majelis hakim juga menyoroti kinerja tim teknis di bawah Plt. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Kediri, drh. Tutik Purwaningsih, yang dianggap belum maksimal. Dalam persidangan, tim teknis dinilai hanya memberi jawaban normatif tanpa penjelasan detail.
Menariknya, dari empat saksi yang dihadirkan, hampir semuanya menjawab pertanyaan dengan membaca catatan pribadi yang dibawa ke ruang sidang. Kondisi itu justru berbeda saat kuasa hukum terdakwa Joni Sriwasono, Suryo Wardhana, diberi kesempatan melakukan pemeriksaan silang. Para saksi terlihat kesulitan menjawab pertanyaan mengenai Petunjuk Teknis (Juknis) program hibah sapi.
Majelis hakim pun melontarkan sederet pertanyaan tajam, antara lain terkait laporan progres, dasar aturan pencairan dana, keberadaan rumah kompos, hingga bukti foto hasil pembangunan. Hakim juga mempertanyakan soal pengawasan teknis dan pengelolaan pupuk padat yang seharusnya dilaporkan secara rinci.
Kenapa Joni Sriwasono Dibidik?

Usai sidang, Suryo Wardhana mengungkap adanya perbedaan informasi antara juknis resmi dengan penjelasan yang diterima para peternak. Ia mencontohkan aturan tentang replacement stock atau penggantian stok sapi.
“Dalam juknis jelas disebutkan, replacement stock berlaku bagi sapi bakalan yang sakit dan harus dipotong paksa. Hasil penjualannya wajib digunakan membeli pengganti. Selain itu, anakan pertama dari induk tidak boleh dijual, jika dijual maka harus diganti. Hanya itu saja aturan replacement, tidak ada yang lain,” jelas Suryo.
Ia juga menegaskan bahwa berdasarkan keterangan saksi dari PPID dan PPK, laporan pertanggungjawaban program sudah diverifikasi dan dinyatakan sesuai.
“Bantuan kandang senilai Rp182 juta dan bantuan pembangunan shelter pupuk Rp22 juta sudah clear, tidak ada masalah,” ujarnya.
Suryo menambahkan, keterangan para saksi justru semakin menguatkan keyakinannya bahwa kliennya tidak bersalah.
“Yang saya lakukan hanya membuka fakta. Klien saya seorang petani yang bekerja sesuai juknis. Tapi kini ia tetap didakwa,” katanya.
Sidang akan berlanjut pada 10 September mendatang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pihak kuasa hukum terdakwa juga menyiapkan sejumlah saksi yang meringankan.
jurnalis : tim redaksi