PT. Triple’s Didemo Atas Pesanggon 3 juta, Karyawan Dipecat

KEDIRI – Puluhan buruh yang tergabung dalam Aliansi Pekerja/Buruh Kediri Raya menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor PT. Triple S Indo Sedulur, Jalan Kombes Pol Duryat, Kota Kediri, Rabu (07/05).

Mereka menuntut keadilan atas pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap 17 karyawan yang terjadi pada Juni 2024 lalu.

Aksi dipicu oleh dugaan pelanggaran prosedur PHK yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Ketua Aliansi Pekerja/Buruh Kediri Raya, Hari Budhianto, menyebut.

PHK dilakukan secara sepihak oleh Sony Sandra, yang saat itu menjabat sebagai direktur perusahaan yang telah meninggal dunia pada Juli 2024.

Ironisnya, pesangon yang diberikan hanya sekitar Rp3 juta meski beberapa karyawan telah mengabdi lebih dari 30 tahun.

“PHK itu ada prosedurnya, tidak bisa seenaknya. Ini 17 orang anggota kami dipanggil ke ruang laboratorium, lalu dikasih amplop dan disuruh membukanya di rumah. Masa kerja puluhan tahun, pesangon cuma Rp3 juta,” tegas Hari.

Dirinya menyebut kasus ini sudah berlangsung hampir satu tahun tanpa ada penyelesaian. Upaya penyelesaian sudah dilakukan sampai tahap Tripartite dengan melibatkan Disnaker Kabupaten Kediri.

Sementara itu, Tigor Prakasa selaku Direktur PT. Triple S Indo Sedulur saat ini, menyatakan bahwa dirinya tidak pernah melakukan PHK terhadap 17 nama yang tercantum dalam surat dari serikat pekerja. Menurutnya, PHK dilakukan oleh sang ayah yakni almarhum Sony Sandra sebelum dirinya menjabat.

“Saya tidak pernah bertemu dengan para karyawan itu, tidak pernah mengumpulkan mereka, tidak pernah memberi pesangon. Yang melakukan itu adalah direktur sebelumnya, almarhum Sony Sandra. Jadi saya anggap ini salah alamat,” ujar Tigor saat dikonfimasi.

Menurut Tigor pemecatan dilakukan Sony Sandra kepada pekerja pabrik di PT. Triple S Putra Mandiri beralamatkan di desa Winongsari Kec. Grogol. Padahal jika merujuk surat Disnaker ditujukan ke kantor pusat yakni PT. Triple S Indo Sedulur beralamatkan Jalan Kombes pol Duryat Kota Kediri.

Namun pernyataan tersebut ditanggapi tegas oleh Hari Budhianto. Ia menilai, setelah direktur utama meninggal dunia, maka tanggung jawab perusahaan secara hukum berpindah ke direktur pengganti.

“Kita tidak sedang berbicara soal pribadi, ini soal tanggungjawab perusahaan. Yang kami datangi adalah perusahaan, bukan ahli waris. Kalau direktur sebelumnya wafat, maka siapa yang menggantikan, itu yang harus menyelesaikan. Jangan lempar tanggung jawab,” tegas Hari.

Ia menambahkan bahwa aksi ini adalah bentuk peringatan awal. Aliansi buruh akan menggalang solidaritas lebih besar, termasuk melibatkan SPSI tingkat provinsi, media, dan jaringan buruh formal serta informal.

“Kami akan kirim surat solidaritas dan kembali turun aksi jika hak-hak 17 karyawan ini tetap diabaikan. Undang-Undang sudah jelas, pesangon bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Bukan hanya Rp3 juta,” pungkas Hari.

jurnalis : Sigit Cahya Setyawan