KEDIRI – Kasus pencemaran lingkungan di wilayah RT. 05 RW. 02 Lingkungan Kresek Kelurahan Tempurejo Kecamatan Pesantren, berakhir damai dengan ganti rugi. Hal ini disampaikan Kapolres Kediri Kota AKBP Bramstyo Priaji melalui Kasat Reskrim AKP Nova Indra Pratama saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Selasa (20/01).
Menurutnya, berdasarkan hasil gelar perkara dengan mengacu keterangan saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Institut Tekhnologi Surabaya (ITS). Pihaknya mendapatkan rekomendasi jika kasus pencemaran telah selesai dan warga telah terima ganti rugi.
“Sesuai rekomendasi dari saksi ahli Kementerian LH dan ITS, bahwa telah memberikan ganti rugi kepada warga terdampak. Kasus pencemaran ini telah ditangani dengan baik,” terangnya.
Namun apakah kasus penyidikan ini berhenti? AKP Nova menegaskan dihentikan sesuai rekomendasi dari kedua saksi ahli digunakan Polres Kediri Kota.
Padahal fakta di lapangan, perlu diingatkan kembali perjuangan warga saat menuntut ganti rugi dan meminta bantuan kepada pemerintah kota. Bantuan air bersih tidak lepas dari peran serta wakil rakyat duduk di Komisi C, Ashari. Yang juga menjabat Ketua DPC Partai Demokrat Kota Kediri.
“Saya malah belum tahu, jika kasus ini telah dihentikan. Coba nanti saya bantu cek,” ucapnya, dikonfirmasi Selasa malam.
Kronologis Singkat
Melalui Ashari, akhirnya pihak pemerintah kota memberikan bantuan air bersih sebanyak 16 tandon. Karena pada saat itu Pertamina sempat menghentikan bantuan air bersih kepada warga. Bahkan melalui Head Communication and Relation Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Taufiq Kurniawan kini telah pindah tugas didapat penjelasan.
“Kronologisnya sekitar tanggal 13 Agustus, warga itu merasakan bahwa ada keluhan di sumur mereka. Terus tanggal 14 Agustus dari DLH Kota Kediri melakukan pengecekan perihal hasilnya. Jadi monggo ditanyakan ke DLH Kota Kediri. Banyak warga yang bilang ada bau solar, namun setelah dicek itu tidak ditemukan. Lebih mirip film minyak atau lemak campur minyak goreng,” jelasnya.
Pihak Pertamina juga telah melakukan pengecekan dan pengambilan contoh air dan hasilnya bakal keluar pada 10 September nanti.
Taufiq Kurniawan menegaskan tidak ada kebocoran meski terdapat SPBU berbatasan dengan pemukiman warga. “Kita sudah mengecek di sumur pantau, kita cek sejumlah titik-titik dekat dengan tangki BBM yang dipendam. Tidak ada ceceran atau cemaran, makanya ini perlu investigasi lebih lanjut,” jelasnya.
Dia pun membenarkan telah menghentikan bantuan berupa air bersih. “Awalnya bantuan air bersih, kita stop gara-gara dibahas di salah satu media, sebagai bentuk tanggung jawab SPBU benar-benar melakukan pencemaran. Padahal kita murni membantu, karena tetangga sekitar itu. Jadi kita stop aja, daripada membantu tapi malah dibahas seperti itu,” terangnya.
Komisi C Sidak
Akhirnya tim Komisi C melakukan sidak ke lingkungan SPBU dan saat itu ditemukan sejumlah kejanggalan.
“Pertama, pada saat kami mengecek sumur pantau milik SPBU, kondisi sumur pantau tidak sama seperti pada saat dilihat oleh petugas DLHKP sebelumnya. Menurut petugas DLHKP, kondisi sumur pantau sekarang ini lebih dalam dari yang sebelumnya,” jelasnya.
Temuan kedua, menemukan losses stock BBM jenis Pertalite dan Pertamax sebesar lebih dari 60 liter dalam waktu satu bulan masa satu periode stock opname. “Berbeda dengan losse stock BBM jenis solar yang hanya kurang dari 5 liter dalam 1 bulan,” terangnya.
Fakta ketiga, bahwa selama ini pengambilan sampel air hanya melalui kran di rumah warga yang terindikasi pencemaran. “Sementara Kami tadi langsung mengambil sampel air permukaan dari sumur galian. Yng menurut kami, apabila ada polutan pasti akan berada di atas permukaan air karena masa jenisnya yang lebih ringan,” ucap Ashari saat itu.
Warga Tuntut Ganti Rugi
Kemudian memasuki ganti rugi, Ashari kembali menjadi penengah karena sebelumnya pihak Pertamina tidak mau memenuhi permintaan warga Rp. 1,5 juta untuk 16 kepala keluarga. Setelah dilakukan pertemuan dengan kuasa hukum SPBU Eko Budiono, pada 16 November 2023, akhirnya dicapai kata sepakat.
“Terkait dengan permintaan warga sudah kita berikan dari pihak SPBU sudah diberikan, dan insyaallah akan dilakukan selama proses normalisasi,” terang Eko saat dikonfirmasi. Hal ini dibenarkan pejabat baru Sales Branch Manajer Pertamina Wilayah Kediri, Agung Wijaya.
Lalu apakah kasus ini bisa lepas dari jeratan hukum pidana? Mengacu Pasal 1 angka 14 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Diterangkan, setiap orang yang melakukan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup.
Mengacu pasal di atas, pemulihan juga wajib dilakukan, namun terkait kerusakan lingkungan hidup dijelaskan pada Pasal 104. Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60. Dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp 3 miliar. Pertanggungjawaban pidana disangkakan kepada pemilik badan usaha atas keteledorannya.
editor : Nanang Priyo Basuki