KEDIRI – Dihadapan ribuan pendukungnya, PSS Sleman seakan mengajarkan kepada manajemen Persik. Bagaimana cara mewujudkan tim sepak bola tangguh dan menggelola suporter yang militan. Hal itu terlihat saat digelar pertandingan Persik Kediri menjamu Laskar Elang Jawa sebutan PSS Sleman di Stadion Brawijaya Kediri, Selasa (23/08).
Bermain cukup tenang, aliran bola dari kaki-kaki, disiplin amankan pertahanan dan didukung kemampuan individu pemain, tidak lepas racikan Seto Nurdiantoro kembali melatih PSS Sleman. Serangan selalu dibangun dari tengah, mampu memporakporanda pertahanan Persik, bahkan terlihat sejumlah pemain Macan dibuat terpancing emosinya.
Meski demikian, Pelatih sementara Persik Kediri, Jan Saragih berdalih bahwa anak asuhnya juga memiliki banyak peluang, namun tidak mampu berbuah gol. “Ini karena kita tidak bisa bikin gol, namun kami tetap yakin bisa meraih poin dan mohon tetap minta support,” ucapnya. Usai pertandingan berkesudahan 2-0 untuk tim tamu, Persikmania kembali menggelar aksi baik di luar stadion juga datangi mess pemain.
Tujuannya untuk meminta pertanggungjawaban manajemen atas posisi juru kunci dan terancam dedagrasi ke Liga II. Namun sayangnya pertemuan ini berlangsung tertutup saat di mess, bahkan sejumlah suporter melarang para jurnalis untuk mengambil gambar.
“Seharusnya Wali Kota Kediri turun tangan, karena bagaimana pun klub ini berada di Kota Kediri dan dulu sempat jaya di era almarhum Bapak Maschut,” ungkap Supriyo, salah satu suporter berikan solusi.
Bahwa kenapa dulu saham Persik sempat mayoritas dikuasai keluarga Wali Kota Kediri melalui Abdul Hakim Bafaqih, saat itu menduduki presiden klub kemudian dijual. “Apakah Persik hanya dijadikan alat politik keluarga wali kota? Setelah mampu menduduki jabatan, dapat keuntungan lalu ditinggalkan? Bila tidak mau kembali membeli saham, ada baiknya ditawarkan kepada Bupati Kediri. Agar Persik digabungkan satu manajemen dengan Persedikab. Karena kita tahu bersama, Mas Dhito (bupati, red) sosok yang gila bola,” imbuhnya.