KEDIRI — Musyawarah Daerah (Musda) Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Kota Kediri yang digelar di Gedung KKPPRI, Kamis (18/12), berlangsung di bawah bayang-bayang protes. Sejumlah anggota koperasi menyuarakan keberatan karena mengaku tidak menerima undangan Musda, meski tercatat sebagai anggota resmi. Namun demikian, aksi tersebut tidak mengganggu jalannya pemilihan kepengurusan.
Dalam Musda tersebut, Dra. Firdaus kembali terpilih sebagai Ketua Dekopinda Kota Kediri periode 2026–2030. Dari total 125 suara sah, Firdaus meraih 92 suara atau setara 73,6 persen. Dua kandidat lainnya, Andayani Nur Hidayati memperoleh 31 suara (24,8 persen), sementara Santosa hanya mengantongi 2 suara (1,5 persen).
Ketua Forum KSP–USP Kota Kediri, Heni Setiawan, menjadi salah satu pihak yang paling vokal menyuarakan kritik. Ia menyayangkan pelaksanaan Musda yang dinilai tidak inklusif, lantaran banyak koperasi yang secara administratif tercatat sebagai anggota justru tidak dilibatkan dalam forum tertinggi organisasi tersebut.
“Kami tidak menerima undangan, padahal seluruh teman-teman ini resmi terdaftar sebagai anggota Dekopinda. Dari 277 anggota, ada puluhan koperasi yang tidak diundang,” ujar Heni.
Pria yang akrab disapa Iwan itu bahkan mengaku telah mengecek langsung daftar tamu undangan Musda, namun namanya tidak tercantum. Ia juga menyoroti lemahnya transparansi Dekopinda terkait status keanggotaan dan kewajiban iuran yang dinilai tidak pernah disosialisasikan secara terbuka.
Cacat Azas

Menurutnya, kondisi tersebut berdampak pada minimnya manfaat organisasi yang dirasakan koperasi anggota. Padahal, koperasi-koperasi tersebut sebelumnya turut berkontribusi secara finansial.
“Pada 2024 kami menyumbang lebih dari Rp10 juta untuk kegiatan Dekopinda. Itu berasal dari iuran anggota, termasuk koperasi yang sekarang tidak diundang. Tapi pembinaan maupun manfaat organisasi nyaris tidak kami rasakan,” tegasnya.
Kritik serupa disampaikan Andayani Nur Hidayati, salah satu kandidat dalam Musda. Ia menilai proses Musda tidak memberi ruang yang setara bagi seluruh anggota.
“Jumlah anggota tercatat 277, yang aktif 251. Tapi yang diundang hanya sekitar 170 koperasi. Artinya tidak semua diberi kesempatan. Alasannya yang diundang adalah yang butuh pembinaan, padahal hampir semua koperasi di Kota Kediri membutuhkan pembinaan,” kata Andayani.
Meski mengaku kecewa, Andayani menyatakan menerima hasil Musda. “Namanya aklamasi, mayoritas menang, minoritas tentu kalah,” ujarnya.
Di sisi lain, Firdaus usai ditetapkan sebagai ketua terpilih menegaskan komitmennya untuk memperkuat peran Dekopinda ke depan. Ia menyebut fokus utama kepengurusan baru adalah advokasi, edukasi, serta regenerasi gerakan koperasi, termasuk mendorong keterlibatan generasi muda.
“Kita harus bersinergi dengan KSP, USP, dan koperasi warga. Gerakan koperasi tidak bisa berjalan sendiri. Termasuk koperasi Merah Putih yang harus kita rawat dan ajak berkolaborasi,” jelas Firdaus.
Musda Dekopinda Kota Kediri pun resmi ditutup dengan penetapan kepengurusan baru. Namun, proses tersebut menyisakan catatan serius terkait inklusivitas, transparansi, dan komunikasi internal organisasi koperasi di Kota Kediri.
Bahkan, Andayani kembali menegaskan bahwa Musda kali ini dinilainya cacat azas dan tidak mencerminkan nilai-nilai pendidikan demokrasi dalam gerakan koperasi.
“Ini justru memberi contoh yang memalukan. Selain tidak demokratis, juga tidak memberikan edukasi berkoperasi yang baik. Padahal kita akan menyongsong program nasional Koperasi Merah Putih yang akan didirikan di seluruh kelurahan,” tegasnya.









