KEDIRI – Ketidakjelasan skema penyaluran dana bagi warga terdampak aktivitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pojok kembali menuai protes. Puluhan warga Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kediri pada Senin (4/8), membawa satu pesan tegas: hentikan manipulasi istilah, dan berikan hak warga berupa kompensasi yang layak.
Dipimpin oleh Priyo, Ketua LSM Saroja, warga menolak penyamaran dana kompensasi menjadi bantuan sosial (bansos) yang dinilai sepihak dan tidak adil. “Skema bansos itu manipulatif. Kompensasi seharusnya berdasar kesepakatan dua pihak dan dihitung per individu. Tapi Pemkot bertindak seolah-olah ini proyek amal,” kritik Priyo usai audiensi.
Dalam pertemuan tersebut, warga mengungkap tiga isu mendasar. Pertama, kejanggalan penggunaan istilah bansos dalam konteks dana kompensasi lingkungan. Kedua, masuknya ASN, TNI, dan Polri dalam daftar penerima dana yang semestinya diperuntukkan bagi masyarakat terdampak langsung. Ketiga, dugaan kuat bahwa ada penerima dari luar wilayah bahkan luar kota, yang rutin menikmati kucuran dana.
“Ada transfer dana ke warga luar daerah. Sementara warga asli Pojok yang hidup berdampingan dengan bau menyengat dan potensi ledakan gas metana justru dapat lebih sedikit. Ini ironi yang menyakitkan,” imbuh Priyo.
Dana senilai Rp2,4 miliar yang dipersoalkan ini merupakan bagian dari anggaran penanganan dampak TPA senilai lebih dari Rp3 miliar. Namun alokasi dan distribusinya dipenuhi ketimpangan. “Satu keluarga dua orang bisa terima Rp1 juta, tapi yang delapan orang hanya Rp100 ribu per jiwa. Ini penghinaan terhadap logika,” tegasnya.
Lebih lanjut, Priyo menilai pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup yang menyebut skema bansos sudah final sebagai bentuk penyesatan publik. Pasalnya, DPRD Kota Kediri mengaku belum pernah membahas secara resmi anggaran tersebut.
“Kalau belum ada pembahasan di DPRD, artinya belum ada legitimasi hukum. Statement dinas itu kabur secara hukum. Obskur libel,” ujar Priyo, mengutip istilah hukum.
Didorong oleh saran dari pihak kejaksaan, warga akan segera melayangkan pengaduan masyarakat (dumas) resmi dan mempersiapkan langkah hukum lebih lanjut, termasuk kemungkinan class action ke Pengadilan Negeri Kediri.
“Ini bukan soal uang semata. Ini soal keadilan ekologis dan martabat warga. Kami hidup dalam radius racun tiap hari. Pemerintah jangan main-main dengan penderitaan kami,” pungkasnya.
Warga berharap Pemerintah Kota Kediri membuka ruang dialog yang sejati, bukan sekadar formalitas. “Kalau Pemkot punya niat baik, turunkan ego. Duduk bersama, dan ubah skema bansos sepihak ini menjadi kompensasi yang adil dan manusiawi,” imbuhnya.
jurnalis : Anisa FadilaBagikan Berita :