KEDIRI – Langit Kediri berselimut haru dan harap, ketika ribuan jiwa dari segala penjuru, berbagai keyakinan, suku, dan budaya, bersatu dalam satu niat mulia di Situs Ndalem Pojok Wates Kabupaten Kediri, Senin (18/08). Dalam nuansa sakral, mereka mengikuti “Ruwatan Negara”, sebuah ritual spiritual penuh makna untuk memuliakan negeri dan menggaungkan doa damai ke seluruh penjuru bumi.
Acara ini bukan sekadar seremoni. Ia lahir dari keresahan dan harapan. Dari analisis tajam Presiden Prabowo Subianto tentang ancaman perang dunia dan nuklir, lahirlah gagasan untuk menjadikan Indonesia bukan hanya kuat secara lahir, tapi terang sebagai mercusuar perdamaian dunia.
“Ruwatan ini adalah bentuk ikhtiar kita, menghidupkan nilai-nilai spiritual sebagai perisai dan pengarah. Indonesia memiliki anugerah luar biasa – kekuatan doa dan rahmat Tuhan yang telah menuntun sejak proklamasi,” tutur R. Kushartono, Ketua Harian Situs Rumah Persada Soekarno, penuh haru.
Doa-doa dari berbagai tradisi dan agama mengalir dalam sunyi yang khidmat. Tidak ada sekat, tidak ada batas. Hanya satu tujuan: memohon perlindungan dan keberkahan bagi Tanah Air tercinta.
Di balik ritual ini berdiri Persaudaraan Cinta Tanah Air, organisasi yang didirikan oleh Kiai Muhammad Mukhtar Mukhti. Dalam sambutannya, ia menegaskan kembali makna luhur Pembukaan UUD 1945.
“Perdamaian yang kita doakan bukan perdamaian yang rapuh. Ini adalah perdamaian abadi, seperti yang diamanatkan dalam alinea keempat konstitusi kita, yang hanya bisa dicapai atas rahmat Tuhan,” ucap Kiai Mukhtar penuh keyakinan.
Tak hanya ucapan, simbol-simbol budaya pun turut hadir memberi makna. Empat tokoh spiritual dari berbagai daerah—di antaranya Pandita Agung Putra Siliwangi Manuaba dari Bali, Imam Mahdudi Nabillah dari Mojokerto, dan Mang Ayi Ruhyat dari Sunda—memimpin jalannya prosesi dengan sentuhan kearifan lokal yang menggetarkan jiwa.
Puncak dari Ruwatan Negara adalah hadirnya Wayang Mbah Gandrung, sebuah wayang ruat sakral yang diarak sejauh 45 kilometer dari Desa Pagung, Bali, menuju Situs Rumah Persada Soekarno. Diiringi tabuhan gamelan dan langkah spiritual, perjalanan wayang ini menjadi perlambang persatuan, penyucian, dan perjalanan bangsa menuju cahaya.
jurnalis : Neha Hasna Maknuna