Pasca Riuh Kericuhan di Kediri, Istighosah Bersama Merawat Nuranit

KEDIRI – Malam itu, halaman Masjid Agung Kota Kediri penuh sesak. Jamaah duduk bersila, berjejer rapi di bawah cahaya lampu yang temaram. Udara sejuk bercampur aroma dupa dan wangi sajadah yang baru digelar.

Dari pengeras suara, lantunan shalawat menggema, seakan memeluk setiap hati yang hadir dalam Istighosah Kebangsaan bertema “Menjaga Kota Kediri, Merawat Indonesia”, Kamis (4/9).

Acara yang digagas Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (FL2MI) Kediri bersama DPW II FOSIMA PAI se-Indonesia ini menjadi ruang hening sekaligus pengingat. Setelah riuh kericuhan demonstrasi yang membakar Gedung DPRD beberapa hari lalu, masyarakat dan tokoh berkumpul untuk menambal kembali tenun kedamaian kota.

Wakil Wali Kota Kediri, Qowimuddin Thoha, berbicara dengan suara lantang namun penuh kehangatan. Kalimatnya menembus barisan jamaah yang duduk bersila.

“Mahasiswa adalah agen perubahan sekaligus penjaga nurani bangsa. Tunjukkan bahwa mahasiswa Kediri mampu memberi teladan dalam berdialog, bermusyawarah, dan menjaga kondusivitas kota ini,” ucapnya.

Ia menegaskan, berbeda pendapat adalah niscaya, tetapi cara menyampaikannya haruslah santun. Luka kericuhan kemarin, katanya, adalah pelajaran yang tak boleh berulang.

Ketua DPRD Kota Kediri, Dra. Firdaus, menambahkan pesan senada. Suaranya tenang, seakan menyejukkan atmosfer masjid yang penuh doa.

“Aspirasi boleh disampaikan, tetapi komunikasikan dengan baik agar tidak menimbulkan salah paham. DPRD siap menjadi rumah aspirasi bagi masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Rektor UIN Syekh Wasil Kediri, Prof. Dr. H. Wahidul Anam, M.Ag., mengingatkan jamaah agar bijak di tengah derasnya arus media sosial. Ia mengutip hikmah ulama: tabayyun —meneliti kabar sebelum dipercaya.

“Jika masyarakat cerdas memilah informasi, Kediri akan tetap aman, tenteram, dan maslahat,” tegasnya.

Mata banyak hadirin berkaca-kaca ketika Presiden EKM PSDKU UB Kediri, Ghiffari, menyampaikan kegelisahannya. Suaranya lirih namun jujur, menyinggung citra Kediri yang sempat tercoreng.

“Kediri dikenal sebagai kota damai. Sangat disayangkan citra itu sempat ternoda. Semoga ke depan aspirasi bisa disampaikan dengan damai,” tuturnya.

Di antara doa yang terucap, terlihat genggaman tangan antar-mahasiswa, senyum saling menguatkan dari para tokoh agama, hingga tatapan penuh harap dari orang tua yang membawa anak-anak mereka. Malam itu, di bawah kubah megah Masjid Agung, semua perbedaan larut dalam satu tekad: menjaga Kediri tetap damai, tenteram, dan penuh berkah.

 

jurnalis : Anisa Fadila