KEDIRI – Viral sejumlah mural atau gambar di dinding dihapus oleh aparat penegak hukum mendapatkan tanggapan dari Dodot .F Widodo Putra, merupakan penggagas kampung mural dan pendiri komunitas Kediri Mural Movement (KMM). Ditemui di rumahnya kemarin, sebenarnya dirinya juga kerap menyampaikan protes dalam karyanya terkait persoalan di sekitarnya.
“Kita juga sampaikan kritik kemarin, pada acara mural yang berada di perempatan Kediri Mall, bahwa pandemi ini sebenarnya telah banyak memakan korban jiwa.. Terkait dugaan korupsi hingga untuk tidak melupakan Persik Kediri. kemudian di barat perempatan terkait kelangkaan oksigen,” terangnya.
Meski seniman, namun jiwa kritisnya juga terpancarkan seperti menyikapi dana bansos untuk seniman se-Indonesia dari Kementerian Pendidikan RI, dimana informasinya tidak disebarluaskan. “Ternyata tak ada pemberitahuan, tahu-tahu sudah selesai. Kalau kami bertahan hidup tetap bisa, namun jangan kemudian kami terbiasa dalam kesengsaraan nanti dikira tirakat,” ucapnya.
Terkait mural, dia menerangkan bahwa sebenarnya ada perbedaan pada seni jalanan. “Harus dibedakan jika ngomong seni jalanan kan banyak macamnya. Ada grafity, bombing art, wheat paste juga mural dan vandal. Mural sendiri sebenarnya bukan hanya memperindahkan namun sejarahnya merupakan bentuk kritik atas kebijakan,” jelasnya.
Kemarin muncul TUHAN AKU LAPAR itu sebenarnya, lanjut Dodot, pernah terjadi tahun 1947 di Salatiga. Merupakan bentuk kegelisahan dan pemerintahnya kurang peka terhadap masyarakat. “Tidak boleh jualan hingga kompor dan rombong diambil alhamdulillah di Kediri tidak ada. Jalan Dhoho ditutup tapi sejumlah jalan tikus dibuka. Ini kan tidak berimbang dari contoh-contoh seperti itu kita bisa mengungkapkan kalau kita lapor ke siapa,” ucap warga Kelurahan Banjaran Kecamatan Kota Kediri.
Lalu terkait gambar mirip Presiden RI Joko Widodo, dia pun menuturkan hanya sebatas kemiripan tanpa ada teks yang menjelaskan justru tidak menyelesaikan masalah. “Walaupun sebenarnya gambar mirip si A atau si B, kan tidak ada teks yang mengatakan. Jadi sebenarnya kalau dihapus eman-eman, pertanyaannya apakah dengan begitu akan selesai. Justru dikuatirkan akan muncul perlawanan di berbagai tempat dan akan menjamur,” ucapnya.
Jurnalis : Yusril Ihsan Editor : Nanang Priyo Basuki