foto : Sigit Cahya Setyawan

Kompensasi Tak Cair, Warga Pojok Sindir Pemkot: Acara Bisa Jalan, Warga Terdampak Terlupakan

Bagikan Berita :

KEDIRI – Gelombang keresahan kembali mengalir dari warga Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto. Mereka menagih janji lama yang tak kunjung ditepati: tambahan kompensasi Rp750 ribu per warga terdampak aktivitas TPA Klotok. Janji yang pernah diucapkan di ruang-ruang pertemuan resmi bersama Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati, kini terasa menggantung di udara, tanpa kepastian kapan benar-benar turun ke tangan warga.

Usai menemui perwakilan demonstran di Balai Kota, Kepala DLHKP Kota Kediri, Indun Munawaroh, bersama Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Heri Purnomo, mencoba memberi penjelasan. Menurut mereka, pemerintah belum bisa bergerak sebelum kajian tim ahli tuntas sebagai dasar hukum pencairan anggaran. Kajian itu, kata Indun, masih berjalan dan ditargetkan rampung pada Jumat pekan ini.

“Masih proses kajian ahli, masih berjalan. Insyaallah Jumat kami dapat hasilnya. Justru kalau hari ini kami memutuskan, bisa menyalahi aturan,” ujar Indun.

Ia menegaskan bahwa dana tambahan Rp750 ribu sebenarnya sudah disiapkan. Namun posisi anggaran berada di DLHKP, sehingga jika dipaksakan melalui skema bantuan sosial, rawan menimbulkan temuan pemeriksaan.

“Dalam Permendagri, bansos tidak boleh diberikan dua kali. Karena itu kami menunggu kajian hukum dan keuangan daerah. Apa pun hasil tim ahli, pasti kami sampaikan ke warga,” tambahnya.

Namun penjelasan itu justru memantik kekecewaan. Bagi warga, terutama Koordinator Warga Pojok, Supriyo, masalah ini sejatinya tidak perlu berlarut-larut jika kesepakatan awal dipatuhi secara konsisten. Ia mengingatkan bahwa pada pertemuan di rumah dinas wali kota pada September, seluruh pihak—termasuk DPRD—sudah sepakat bahwa kekurangan kompensasi akan dicairkan tanpa hambatan.

“Waktu itu sudah clear and clean. Tinggal teknis. Tapi tiba-tiba anggarannya dicantolkan lagi ke DLHKP,” keluh Supriyo.

Ia sejak awal mengingatkan bahwa skema itu berisiko. Menurutnya, penempatan anggaran lebih tepat bila melalui Dinas Sosial agar tidak terbentur aturan double anggaran.

“Kenapa bukan di Dinsos? Lewat DLHKP ya jelas sulit. Kegiatan karnaval bisa, renovasi Brawijaya bisa, renovasi jembatan bisa. Masa keluarkan anggaran untuk warga terdampak sampah saja tidak bisa?” ujarnya menyindir.

Supriyo mengingatkan bahwa warga sudah bertahun-tahun hidup berdampingan dengan bau menyengat, lalat, serta risiko kesehatan lain akibat TPA Klotok. Itu sebabnya mereka meminta pemerintah memakai jalur paling mungkin, termasuk opsi belanja modal—seperti yang dulu pernah diterapkan untuk hibah kendaraan tosa bagi warga terdampak.

“Solusinya sederhana: gunakan hati nurani. Setiap hari kami hidup dengan bau sampah. Anggarannya hanya tujuh ratus sekian juta. Jika pemerintah tak bisa memberi kepastian, kami siap menempuh gugatan class action ke Pengadilan Negeri Kota Kediri,” tegasnya.

Kini warga Pojok menanti langkah nyata pemerintah kota. Mereka berharap hasil kajian ahli mampu membuka pintu pencairan kompensasi yang telah dijanjikan. Namun bila ketidakpastian terus berlanjut, situasi di lapangan diperkirakan bisa mengeras, meninggalkan luka sosial yang tak perlu terjadi.

jurnalis : Sigit Cahya Setyawan
Bagikan Berita :