KEDIRI – Dalam pagelaran wayang 72 jam digelar Pemerintah Kabupaten Kediri bekerjsama dengan Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kabupaten Kediri bertempat di Lapangan Papar.
Dari 10 dalang asli Kabupaten Kediri, terdapat satu dalang perempuan. Meski masih minim jam terbang dan tercatat sebagai mahasiswi semester akhir Jurusan Pedalangan Fakultas Senin Pertunjukan ISI Surakarta. Namun penampilannya dalam rangkaian Hari Jadi Kabupaten ke-1219, cukup memukau penonton yang hadir.
Sosok perempuan anak pasangan Anjar Siswanti dan Sungkono, warga Dusun Gebangkerep RT 02 RW 08 Desa / Kecamatan Tarokan, diberi nama Asrining Kusuma Anindya Kharismadani.
Lahir 10 Juli 1999, mengakui bahwa bakat seni menurun dari ibunda-nya yang merupakan guru seni budaya di SMP Negeri 2 Tarokan. Saat duduk di bangku SMP, dia pun mulai tekun berlatih tari.
“Jadi dulu itu dari kecil minatnya ke seni tari sebetulnya. Lalu SMP kelas 2, waktu pulang study tour. Masih mengantuk di bonceng bapak, jatuh kecelakaan patah tulang tangan kanan. Terus sama ibu tidak boleh melanjutkan tari, padahal sudah cita-cita masuk SMK seni tari. Takutnya ibu, olah tubuhnya tidak bisa seperti push up, kalau tari ada push up dan gulung-gulung,” ungkap Asri
Ni Asri : Banyak Unsur Seni
Akhirnya setelah lulus dari SMP Negeri 2 Tarokan, dia pun melanjutkan di SMK Negeri 12 Surabaya jurusan Seni Pedalangan.
“Lalu karena menurut ibu suara saya tidak fals. Disuruh belajar dalang, nanti selesai SMK bila sudah pulih tangannya, diijinkan masuk seni tari gak apa-apa. Namun saat SMK kelas 2, ketika PSG di Blitar di Ki Sukron Suwondo belajar dalang disana,” terangnya.
Akhirnya dia membulatkan tekat melanjutkan kuliah dan mengambil jurusan seni pedalangan. “Sebenarnya ibu awam terkait seni pedalangan. Rupanya di pedalangan itu lebih banyak unsur, ada seni musik, tari dan teater. Seni pedalangan itu lebih kompleks, awalnya terpaksa tapi lama-lama saya senang dan menikmati,” jelasnya.
Asri pun mengakui tingkat kesulitan dalang sangat tinggi,karena harus mampu memprakterkan gerak kaki, tangan, pikiran dan bicara. “Paling berkesan saat tampil pertama kali di Kediri untuk Hari Jadi tahun tahun 2019. Biasanya suara seorang wanita itu lebih kecil dari cowok. Apalagi bila mengucakan sosok Patih atau Buto. Wes dalange wedok mesti suarane gak gede, banyak seperti itu dianggap kurang bisa membawakan,” ucap Asri.
Namun karena niat dan tekun serta keberanian selaku pelaku seni, semua itu telah dibuktikan di atas panggung. “Saya sangat berkesan dengan acara ini, event besar di Kediri. Tampil dengan dalang-dalang senior, luar biasa menurut saya. Terima kasih Mas Dhito, atas kesempatan diberikan kepada kami berpartisipasi dalam acara Hari Jadi Kabupaten Kediri,” tutupnya.
Jurnalis : Kintan Kinari Astuti Editor : Nanang Priyo Basuki