KEDIRI – Langit di Kelurahan Dermo terasa lebih syahdu pada Jumat (18/7), ketika suara gamelan mengiringi langkah-langkah penuh makna dalam Kirab Budaya Grebeg Suro. Tradisi tahunan bertajuk “Nguri-uri Adat Budoyo ing Tlatah Dermo” ini kembali menghidupkan denyut warisan leluhur dalam nuansa yang sakral sekaligus semarak.
Warna-warni pakaian adat, gunungan hasil bumi menjulang tinggi, serta lantunan doa dan kidung budaya mengalir sepanjang dua kilometer rute kirab—dari halaman Kantor Kelurahan Dermo Lama hingga Punden desa—seolah meneguhkan identitas dan jati diri masyarakat Dermo.
Tak kurang dari 200 peserta terlibat dalam perhelatan ini. Mulai dari pelajar SD Negeri Dermo 1, 2, dan 3, siswa Lembaga Pendidikan Ar Rahman, perangkat kelurahan, PKK, LPMK, Karang Taruna, hingga tiga perguruan silat: Persaudaraan Setia Hati, Winongo, dan Perisai Diri, semua bersatu dalam balutan semangat kebersamaan.
Kirab ini bukan sekadar arak-arakan. Ia adalah bentuk penghormatan terhadap para leluhur yang dahulu membuka hutan, menanam kehidupan, dan mewariskan nilai. Melalui tradisi Bersih Desa—atau dikenal pula sebagai Nyadran atau Bumbak Bumi—warga Dermo mengungkapkan syukur mendalam atas berkah tanah kelahiran mereka.
“Antusias warga luar biasa tahun ini. Jumlah pesertanya meningkat dibanding tahun lalu,” ujar Yudi Kuncoro, Kepala Kelurahan Dermo, dengan bangga.
Pelita Peradaban

Seperti tahun-tahun sebelumnya, gunungan menjadi ikon utama. Empat gunungan dari berbagai RW hadir membawa simbol kemakmuran: hasil bumi, palawija, jajanan tradisional, hingga cemilan modern seperti ciki-cikian, menyatu dalam doa dan harapan akan desa yang sejahtera.
Tradisi Grebeg Suro ini rutin digelar setiap bulan Muharram, tepat di hari Jumat Legi—meneguhkan komitmen warga dalam menjaga kearifan lokal. Pakaian adat pun menjadi bagian tak terpisahkan. Lurik, jarik, kebaya, dan atribut khas pendekar silat menghiasi setiap langkah peserta, menghadirkan kembali aura masa lampau yang penuh wibawa.
Bagi generasi muda, momen ini menjadi pengalaman berharga. Seperti yang dirasakan Vanesha, siswi kelas 6 SD Negeri Dermo 2. “Saya ditunjuk bawa foto presiden. Ini pertama kali ikut kirab, deg-degan tapi seru banget, apalagi bisa bareng teman-teman,” tuturnya polos, namun penuh semangat.
Lebih dari sekadar pertunjukan, Grebeg Suro di Dermo adalah pelita peradaban. Ia tak hanya ditonton, tapi juga dituntunkan—sebuah refleksi hidup dalam budaya, agar tak hilang ditelan zaman.
jurnalis : Anisa FadilaBagikan Berita :