KEDIRI – Ada kisah penuh inspirasi dilakukan puluhan warga di Desa Wonorejo Trisulo Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri saat terjadi bencana guguran awan panas Gunung Semeru berada di Kabupaten Lumajang. Selang dua hari sedikitnya 15 orang warga tergabung dalam tim relawan Desa Tangguh Bencana (Destana) telah tiba dan segera mendirikan dapur umum.
Bukan hanya membagikan ribuan nasi bungkus dibagikan kepada para pengungsi. Disela-sela waktu longgar, turut membantu menenangkan warga dalam kesedihan karena kehilangan keluarga atau harta berharganya. Disampaikan Kades Trisulo Wonorejo, Mochamad Mustofa, kehadiran warganya sebagai bentuk rasa solidaritas atas bencana yang dulu pernah dihadapi saat Erupsi Gunung Kelud.
Terjunkan Tiga Tim
“Kami juga pernah merasakan hal yang sama. Makanya ketika terjadi bencana di Gunung Semeru, kami bergegas menyiapkan diri dan melakukan donasi. Bahkan beberapa warga membantu beras puluhan ton serta sayur mayur. Kami teringat saat erupsi Kelud. Kami ketika susah dan nyawa terancam, banyak ditolong saudara-saudara relawan dari luar kota,” ucap Kades Trisulo Wonorejo
Tim pertama berangkat dipimpin Hariono Sasmito, merupakan dikenal tokoh kepemudaan segera menggerakkan anak muda dalam misi kemanusiaan Peduli Semeru. Selang tiga hari kemudian disusul kloter kedua dipimpin Muhammad Fabrialy, tidak lain menjabat sebagai sekretaris desa.
“Seperti bedol desa, termasuk kehadiran saya malam ini juga membawa puluhan relawan baik dari Destana, Banser juga Jamaah Kawulo Pinggiran asuhan Gus Gendeng. Sementara di desa ada satu tim juga yang terus melakukan donasi,” terang kades.
Jaga Solidaritas
Bahkan sebelum tadi berangkat dalam sehari melakukan donasi mampu terkumpul uang Rp. 12 juta lebih beserta puluhan ton beras serta satu truk berisi sayuran. Adapun ditunjuk sebagai koordinator dapur umum, Kriswiyono dan Muhamad Mahmudin, memang selama ini dikenal memiliki peranan penting di masyarakat.
“Kami datang untuk menebarkan kebahagiaan, makanya kami sepakat untuk menghibur saudara-saudara kita di sini. Kami ajak ngobrol dan salat berjamaah,” imbuhnya. Lalu kapan tim relawan ini ditarik pulang, Mochamad Mustofa mengaku belum bisa memutuskan. “Kami fokus dapur umum, dalam sehari kami memasak 20 ribu bungkus nasi,” jelasnya.