foto : Satpol PP

Berdalih Anggaran Terbatas, Satpol PP Kota Kediri Tidak Tuntas Tangani Gepeng, Badut hingga Manusia Silver di Jalanan

Bagikan Berita :

KEDIRI – Meski razia digelar hampir setiap hari, fenomena pengemis, gelandangan, badut jalanan, hingga manusia silver masih menghiasi berbagai sudut Kota Kediri. Satpol PP yang berjibaku melakukan patroli hingga lima kali sehari tetap mendapati mereka kembali muncul di titik-titik keramaian seperti tak pernah habis.

Kasatpol PP Kota Kediri, Paulus Luhur Budi, saat dikonfirmasi pada Selasa (10/12), mengungkapkan fakta yang cukup mengejutkan. Dari hasil penertiban terbaru, mayoritas para pengamen, manusia silver, hingga anak-anak punk ternyata bukan warga asli Kota Kediri. Banyak yang datang dari Kabupaten Kediri, Tulungagung, Nganjuk, bahkan diduga ada pihak tertentu yang menurunkan mereka secara terorganisir di sejumlah titik strategis kota.

“Dalam dua operasi kemarin, kami mengamankan delapan orang—badut jalanan, anak punk, hingga manusia silver. Setelah kami data, mayoritas bukan warga sini,” jelas Paulus.

Namun setelah diamankan, ruang gerak Satpol PP faktanya sangat terbatas. Yang bisa dilakukan hanya pendataan, pembinaan, dan meminta mereka menandatangani surat pernyataan agar tak mengulangi perbuatannya. Meski begitu, banyak dari mereka kembali ke jalanan hanya beberapa hari kemudian.

Jika yang ditertibkan adalah pengamen, Satpol PP sering menyita alat musik sebagai upaya memberikan efek jera.

“Alatnya seperti angklung atau gitar kami tahan. Biasanya mereka berjanji tidak mengamen lagi, tapi ya tetap kembali ke jalan,” ujarnya.

Paulus menyebut, Satpol PP tidak dapat memberikan sanksi lebih berat karena tidak memiliki rumah tahanan dan tidak ada anggaran untuk menanggung kebutuhan harian mereka.

“Kalau mau ditahan, kita harus menyediakan makanan. Anggarannya tidak ada. Jadi sanksi sosial saja, misalnya membersihkan kantor Satpol PP atau OPD lain,” terangnya.

Beberapa lokasi yang kerap jadi tempat mangkal mereka antara lain Perempatan Sumur Bur, Reco Pentung, Alun-Alun, dan sejumlah perempatan jalan protokol Kota Kediri.

Kesulitan bertambah ketika berhadapan dengan anak punk dan manusia silver, yang sering kali tidak memiliki dokumen identitas dan sulit dihubungkan dengan keluarganya.

“Biasanya keluarga sudah tidak bisa dihubungi. Banyak dari mereka yang sudah keluar dari rumah, istilahnya minggat,” kata Paulus.

Ia juga menegaskan bahwa penertiban ini murni menggunakan anggaran APBD Kota Kediri. Adapun dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) tidak dapat dipakai untuk penanganan pengemis maupun gelandangan.

“DBHCHT itu hanya untuk penegakan perda dan sosialisasi rokok ilegal. Untuk penertiban gepeng tidak bisa digunakan,” tegasnya.

Di tengah patroli yang terus dilakukan, persoalan pengemis, gelandangan, dan manusia silver di Kota Kediri masih menjadi pekerjaan rumah besar. Minimnya efek jera, keterbatasan regulasi, hingga dugaan sindikat membuat masalah ini terus berulang. Pemerintah Kota pun berharap dukungan masyarakat agar tercipta lingkungan kota yang lebih tertib dan nyaman.

jurnalis : Sigit Cahya Setyawan
Bagikan Berita :