Masalah kompensasi TPA bukan hanya soal angka, tapi soal kepekaan pemerintah terhadap realitas warga yang selama ini hidup berdampingan dengan limbah. Keadilan sosial dan keberpihakan kepada rakyat kecil harus menjadi kompas utama dalam setiap kebijakan publik.
KEDIRI – Polemik kompensasi bagi warga terdampak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, kembali memanas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi C DPRD Kota Kediri, Rabu (6/8). Warga mendesak agar bantuan yang selama ini diberikan disesuaikan dengan realita di lapangan—mereka meminta nominal kompensasi dinaikkan menjadi Rp2 juta per kepala keluarga, menggantikan skema sebelumnya yang dianggap belum memihak rakyat kecil.
Wakil Ketua DPRD Kota Kediri, Sudjono Teguh Widjaja, menyebut permintaan tersebut masih dalam batas kewajaran. Ia mengungkap bahwa rekomendasi dewan sebelumnya telah mematok angka Rp1.520.000–Rp1.525.000 untuk zona ring 1. Kenaikan menjadi Rp2 juta dianggap tidak terlalu jauh secara nominal.
“Masih masuk akal, terutama bila dilihat dari sisi kemanusiaan. Tapi keputusan belum bisa diambil karena kita masih menunggu hasil survei ulang 2–3 minggu ke depan, untuk memastikan siapa saja yang benar-benar tinggal di wilayah terdampak,” jelas Sudjono.
Ia menyoroti sejumlah rumah di zona terdampak yang ternyata tidak dihuni atau dikontrakkan. Hal ini akan jadi pertimbangan dalam menentukan penerima manfaat agar bantuan tepat sasaran. Bila proses survei rampung sesuai jadwal, pencairan dana diproyeksi bisa dimulai awal September, dengan skema bertahap dan ditutup melalui skema Perubahan Anggaran Keuangan (PAK).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD, Soedjoko Adi Purwanto, menegaskan komitmennya untuk mengawal tuntutan warga. Ia bahkan turun langsung ke lokasi dan mengaku tak sanggup bertahan lebih dari satu menit karena bau menyengat dari TPA.
“Warga hidup dalam kondisi seperti itu selama bertahun-tahun. Wajar mereka meminta kompensasi yang lebih manusiawi,” tegasnya. Ia mendukung usulan kompensasi sebesar Rp2 juta, meskipun skema penyaluran masih perlu dikaji ulang apakah melalui bantuan sosial (bansos) atau skema kompensasi murni.
Jika mengikuti skema bansos, maka ketentuannya mengacu pada aturan pemerintah pusat. Namun untuk kompensasi, dibutuhkan kesepakatan bersama dengan warga. Ia juga menjawab isu tentang penerima dari kalangan ASN atau TNI-Polri, yang selama ini dilarang menerima bansos kecuali mereka tergolong miskin atau terdampak sesuai aturan.
Priyo, Ketua LSM Saroja yang menjadi juru bicara warga dalam forum RDP, menyampaikan harapan agar Pemerintah Kota Kediri tidak menutup mata terhadap penderitaan warga Kelurahan Pojok.
“Masalah ini bukan sekadar teknis, tapi menyangkut rasa kepedulian. Saya percaya Mbak Wali akan bijak dalam melihat ini dan menyetujui permintaan kami,” ucapnya dengan nada optimis.
Priyo menambahkan bahwa apapun skema yang digunakan, yang paling penting adalah kejelasan dan rasa keadilan. Ia meminta agar DPRD konsisten berpihak kepada masyarakat dalam proses pembahasan selanjutnya di rapat Badan Anggaran (Banggar).
jurnalis : Anisa Fadila