KEDIRI – Di bawah rindang pepohonan Goa Selomangleng, Minggu (3/8), udara Kediri bergetar oleh irama pecut yang berbaur dengan gerak tari nan memesona.
Tiga belas kelompok seni dari penjuru nusantara menampilkan daya magis dalam Lomba Cipta Tari Kreasi Pecut Samandiman, membuka panggung megah bagi kebudayaan lokal dalam perayaan Hari Jadi ke-1145 Kota Kediri.
Wakil Wali Kota Kediri, Qowimuddin Thoha, hadir membuka gelaran ini dengan penuh semangat. Ia tak sekadar memberi sambutan, tetapi menabur harapan agar nyala seni tak padam, bahkan tumbuh dan mengakar lebih kuat.
“Semangat panjenengan semua adalah bukti bahwa budaya tidak cukup dilestarikan—ia harus terus diciptakan, dikembangkan, agar tetap bernapas dalam kehidupan kita sehari-hari,” ucapnya lantang, di tengah tepuk tangan yang bergemuruh.
Ia menekankan pentingnya menggali seni hingga ke akar terdalam—bukan hanya dari koreografi, tapi juga menyentuh irama musik, busana panggung, hingga teknik memukau dalam memainkan pecut.
Jati Diri Budaya

Bahkan, ia membayangkan satu hari nanti—kesenian ini menjadi bagian dari kurikulum sekolah, menanamkan karakter lewat jati diri budaya.
Sementara itu, Kepala Disbudparpora Kota Kediri, Zachrie Ahmad, menyebutkan bahwa acara ini bukan hanya lomba, tapi jalan sunyi menuju pelestarian.
“Hari ini, 13 grup hadir dari berbagai daerah: Kediri, Jombang, Mojokerto, Probolinggo, Sidoarjo, bahkan dari tanah jauh: Jambi, Pontianak, dan Papua,” tuturnya bangga.
Di tengah semangat yang membuncah, hadir Santika dari Sanggar Ronggo Adi Wiyasa. Ia dan timnya menari dengan pecut sepanjang tiga meter, hasil latihan keras dua minggu lamanya.
“Tak mudah membunyikan pecut dalam irama tari. Tapi kami berusaha menyatu—gerak tubuh, suara cambuk, dan jiwa yang utuh,” katanya sembari tersenyum.
Panas siang dan cedera ringan tak menyurutkan semangat mereka. Tari bukan sekadar pentas, tapi ziarah batin ke akar budaya sendiri..
Menjelang pengumuman juara, panggung dihebohkan dengan pertunjukan kolosal 1001 pemecut oleh paguyuban Pecut Samandiman. Dentumannya menggema, seolah memanggil arwah leluhur untuk ikut bersuka cita.
Sejak tahun 2022, Pemerintah Kota Kediri telah mencatatkan Pecut Samandiman sebagai bagian dari kekayaan intelektual bangsa, menggandeng para pengrajin lokal untuk mengubah warisan ini menjadi karya ekonomi kreatif: suvenir miniatur pecut, simbol kecil dari warisan besar.
Di panggung Goa Selomangleng, tarian bukan hanya gerak—ia adalah doa. Pecut bukan hanya dentum—ia adalah suara sejarah. Dan para seniman, merekalah penjaga zaman.
jurnalis : Anisa Fadila
Bagikan Berita :









