KEDIRI – Pagi itu, matahari belum meninggi, namun duka sudah menyelimuti langit Jamsaren, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri. Sekitar pukul 08.30 WIB, kobaran api tiba-tiba melahap bagian belakang rumah milik Nur Hayati (63), seorang ibu penjual pisang dan nasi goreng, yang saban hari menyambung hidup dari kesederhanaan.
Kebakaran bermula dari hal yang tampak sepele. Nur Hayati menyalakan pompa air di rumahnya, berharap aliran air mengalir seperti biasa. Namun air tak juga keluar. Dalam usaha memperbaikinya, ia membuka mesin dan menuangkan air ke dalamnya, tanpa tahu bahwa nasib buruk tengah mengintai.
“Tiba-tiba airnya muncrat ke wajah, rasanya seperti tersengat listrik,” kisah Nur Hayati lirih, mengenang detik-detik mencekam itu.
Di dapur, tabung gas LPG mulai menipis. Kompor masih menyala. Tanpa diduga, suara “ngeces” dari tabung gas yang tak terkendali berpadu dengan percikan api—dan sekejap, ledakan kecil mengubah rumah menjadi lautan api. Api menjalar cepat, menyambar dinding, merobek atap, lalu merangsek masuk ke tiga kamar.
“Saya panik… saya coba siram air seadanya. Tapi api malah makin besar, makin ganas,” ujarnya sambil mengusap pelipis.
Saat itu, Nur Hayati tengah sendirian. Suaminya sedang keluar rumah. Ia bahkan sempat kembali berjualan di depan rumah, sebelum sadar api telah membesar di belakang. “Alhamdulillah, saya selamat. Cuma kaki saya lecet, kena reruntuhan bangunan,” katanya dengan suara tertahan.
Namun yang paling menyesakkan, bukan luka di kaki, melainkan luka di hati. Semua dokumen penting—BPKB motor, surat tanah, arsip keluarga—hangus tak bersisa. Rumah yang semula hendak dijual untuk keperluan warisan delapan saudara, kini tinggal puing dan debu.
Warga sekitar bergerak cepat. Tiga mobil pemadam kebakaran tiba tak lama kemudian, dibantu semangat gotong royong warga yang menyiram api seadanya. Api berhasil dijinakkan sekitar pukul 09.30 WIB. Untungnya, rumah tetangga yang kosong berhasil diselamatkan.
Di tengah kepedihan, hadir sosok Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati. Dengan langkah cepat dan hati penuh empati, beliau datang ke lokasi, menyapa Nur Hayati, memberikan bantuan awal, dan menjanjikan perbaikan rumah.
“Ibu Vinanda baik sekali. Datang, ucapkan syukur karena saya selamat… dan memberikan bantuan. Katanya akan dibantu untuk perbaikan rumah nanti,” ujar Nur Hayati dengan mata berkaca-kaca, menyimpan harap di balik reruntuhan rumahnya.
jurnalis : Neha Hasna Maknuna