SIDOARJO – Polemik sengketa lahan di Tambak Oso, Sidoarjo, kembali memanas. Usai Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo membacakan risalah eksekusi pada Rabu, 18 Juni 2025, tim kuasa hukum pihak termohon, Miftahur Roiyan dan Elok Wahiba, melayangkan bantahan keras terhadap pelaksanaan eksekusi tersebut.
Menurut pernyataan resmi kuasa hukum termohon, eksekusi yang dilakukan PN Sidoarjo dinilai tidak transparan dan terkesan sembunyi-sembunyi. Mereka menuding petugas pengadilan bersama aparat TNI dan Polri memasuki area sengketa lewat jalur tak biasa, yakni melalui akses samping jalan Tol Juanda, dan berhenti di sisi barat laut objek lahan.
“Eksekusi ini dilakukan secara diam-diam. Kami bahkan menerima foto-foto yang menunjukkan keberadaan dua anggota TNI, dua polisi, dan empat panitera atau juru sita dari PN Sidoarjo di lokasi. Foto-foto itu kini juga telah beredar luas di media sosial,” ujar kuasa hukum Andi Fajar Yulianto, Jumat (20/6).
Ia menyebutkan, pembacaan eksekusi dilakukan sekitar pukul 13.43 WIB dan hanya dilakukan dari luar pagar objek sengketa. Bahkan, ia menuding bahwa pembacaan risalah tersebut baru dilakukan setelah aparat merasa terdesak oleh kehadiran massa simpatisan Miftahur Roiyan.
“Mereka sempat mundur menggunakan mobil patwal karena mendapat tekanan dari massa. Namun ternyata, mereka menggunakan strategi memutar lewat sisi barat obyek yang minim penjagaan, bahkan melompati bahu jalan tol untuk sampai ke lokasi,” terang Andi.
Menanggapi tindakan tersebut, Tim Kuasa Hukum termohon lantas membacakan risalah bantahan eksekusi di lokasi yang sama pada Jumat, 20 Juni 2025 pukul 09.00 WIB. Pembacaan ini dipimpin langsung oleh Koordinator Tim Hukum, Subianto.
Dalam risalah bantahan tersebut, terdapat sejumlah keberatan. Pertama, surat pemberitahuan eksekusi disebut diterima kurang dari 24 jam sebelum pelaksanaan, yang dinilai menyalahi prosedur. Kedua, proses eksekusi dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 200 ayat (11) dan Pasal 218 ayat (4) Reglemen Indonesia yang Diperbarui (RBg).
“Eksekusi riil harus dilakukan dengan masuk ke dalam objek sengketa, melakukan pembongkaran atau pengosongan, dan menyerahkan lahan kepada pemohon. Faktanya, tidak satu pun dari unsur itu yang dilakukan,” ungkap Andi.
Ia menambahkan, kondisi lahan hingga kini masih utuh dengan tiga bangunan, penghuni aktif, serta aktivitas peternakan kambing yang tetap dijalankan oleh Miftahur Roiyan.
“Atas dasar itu, kami menyatakan bahwa tidak pernah terjadi eksekusi riil, dan kami menolak serta membantah seluruh klaim eksekusi yang telah dibacakan PN Sidoarjo,” tegasnya.
Sebagai bentuk keberlanjutan sikap hukum, tim kuasa hukum akan melaporkan bantahan ini kepada Presiden, Kementerian ATR/BPN, Kapolri, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, serta Badan Pengawas MA di Jakarta. (*)