KEDIRI – Dari lereng hijau Kediri, semangat baru tumbuh untuk peternakan di Sulawesi Tengah. Dua rombongan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Pemerintah Kabupaten Sigi serta Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong menapaki Desa Banjarejo dan Desa Ngadiluwih berada di Kecamatan Ngadiluwih, Senin (15/09).
Tujuan mereka satu: menimba ilmu dari para petani-peternak yang telah mengubah kandang menjadi pusat peradaban ekonomi.
Di Kelompok Tani Banjarsari dan Ngudi Rejeki, rombongan disambut kisah nyata tentang manajemen sapi yang tertata, limbah yang tak lagi sia-sia, hingga pasar yang terbuka sepanjang tahun.
“Kami ingin belajar bagaimana pemeliharaan, pengelolaan limbah, hingga pemasaran hasil ikutan seperti kompos bisa dijalankan secara profesional. Harapan kami, peternakan tidak lagi sebatas usaha sampingan, melainkan usaha utama yang menyatu dengan sektor lain,” ungkap Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Pemerintah Kabupaten Sigi, Ihsan.
Konsep Zero Waste

Ia terkesan pada konsep zero waste yang diterapkan peternak Kediri: kotoran ternak menjadi pupuk, limbah pertanian kembali ke kandang sebagai pakan. Sebuah lingkaran yang menekan biaya dan membuka peluang keberlanjutan.
“Pola ini harusnya bisa kami terapkan di Sigi agar petani-peternak memperoleh hasil yang lebih maksimal,” imbuhnya.
Dari Kabupaten Parigi Moutong, Kabid Prasarana dan Penyuluhan, Dr. Nurlinah, menegaskan bahwa kunjungan ini adalah ruang belajar sekaligus ruang jejaring. Ia membawa serta Sekolah Peternak Rakyat (SPR), wadah generasi muda peternak.
“Banyak peternak kami memelihara hingga 70 ekor sapi, tapi manajemen tata kelola masih terbatas. Selama ini fokus hanya pada pasar Idul Adha. Kami ingin ada pasar berkelanjutan, agar peternak terus tertantang. Anak muda harus berani berjejaring, berkolaborasi, dan percaya subsektor peternakan bisa menjanjikan masa depan,” jelasnya.
Pakan Limbah Pertanian

Di sisi lain, Basith, Ketua Kelompok Tani Banjarsari, membuka rahasia keberhasilan kelompoknya. Dari 87 ekor sapi yang dimiliki, sebagian besar pakan berasal dari limbah pertanian sekitar.
“Dengan itu, biaya operasional bisa ditekan. Usaha jadi lebih ringan, tapi hasilnya tetap maksimal,” katanya.
Kunjungan ini bukan sekadar saling sapa, tetapi pertemuan dua dunia yang ingin tumbuh bersama. Kediri memberi teladan, Sulawesi Tengah membawa semangat.
Dari kandang hingga ladang, lahirlah harapan akan peternakan yang profesional, berjejaring, dan berkelanjutan.









