KEDIRI – Sabtu (16/08) menjadi saksi perayaan satu tahun Teras Gubuk yang membuncah dalam lautan cinta dan suara mesin vespa. Sejak siang, ribuan pecinta skuter klasik dari penjuru Nusantara berduyun-duyun datang, menyatu dalam gelaran Scooter Sarungan—sebuah festival yang bukan sekadar hobi, tapi juga harmoni.
Di malam penuh bintang, dentuman musik dan sorak sorai penonton menyambut penampilan istimewa dari Denny Caknan, bintang dangdut kebanggaan Tanah Air. Suasana terasa hangat dan sakral meski semua duduk bersila. Namun begitu, jempol-jempol tetap bergoyang, mengikuti irama lagu-lagu cinta yang mengalun lembut hingga larut malam.
Pendiri Teras Gubuk, KH. Muhammad Abdurrahman Al Kautsar—akrab disapa Gus Kautsar—menyampaikan syukur mendalam atas terselenggaranya acara ini. Dalam sapaan hangatnya, ia mengingatkan bahwa komunitas adalah tempat menyemai kebaikan, bukan hanya tempat memacu mesin tua penuh cerita.
“Doakan agar kita selalu dikelilingi oleh orang-orang baik—keluarga, tetangga, sahabat. Saat lewat pemakaman, cukup ucapkan ‘assalamualaikum bro, mugo-mugo slamet bro’. Mau blayer-blayer tiga kali juga tidak mengapa, asal tetap santun,” ungkap Gus Kautsar, disambut tawa dan tepuk tangan hangat.
Namun, hari itu juga menjadi momen deg-degan bagi sang Gus. Istrinya, yang baru belajar naik vespa, memilih menyetir sendiri. Sepanjang perjalanan, jantungnya berpacu lebih kencang dari knalpot vespa. “Alhamdulillah, semua selamat dan bahagia. Terima kasih untuk kebersamaan teman-teman yang memeriahkan satu tahun Teras Gubuk,” ujarnya dengan senyum lega.
Ketika Denny Caknan akhirnya menaiki panggung, suasana pecah. Meski duduk bersila, para penonton tak segan larut dalam nostalgia dan nada-nada cinta. “Iki konsep anyar. Gak popo nonton dangdut sambil lungguh, sing penting jempole goyang,” canda Denny, yang disambut gelak tawa dan sorakan penuh semangat.
Peringatan ini bukan sekadar perayaan usia, tapi juga pesta persaudaraan. Teras Gubuk tak lagi hanya tempat singgah, tapi rumah bagi mereka yang menemukan persahabatan dalam suara mesin tua dan senyuman yang tak pernah usang.
jurnalis : Sigit Cahya Setyawan