foto : Anisa Fadila

Program PTSL di Kediri: Sertifikat Tanah Jadi Perisai Warga dari Jerat Rentenir

Bagikan Berita :

KEDIRI — Di tengah maraknya praktik pinjaman berisiko tinggi yang mengintai masyarakat, pemerintah Kabupaten Kediri kembali menguatkan langkah perlindungan lewat penyerahan sertifikat Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Tiron, Rabu (3/12). Para warga diingatkan agar menjaga dokumen berharganya dengan baik, agar tidak jatuh ke tangan para rentenir yang kerap memanfaatkan kelengahan.

Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana—yang akrab dipanggil Mas Dhito—menegaskan bahwa sertifikat tanah bukan sekadar lembar kertas, melainkan bukti sah kepemilikan sekaligus aset bernilai yang dapat membuka peluang usaha dan kebutuhan strategis lainnya.

“Kalau mau dimanfaatkan untuk keperluan tertentu—misalnya modal usaha—sertifikat boleh digunakan. Tapi tolong jangan sampai diserahkan kepada rentenir,” tegasnya.

Menurut Mas Dhito, praktik lintah darat sering kali menjebak warga dalam pusaran hutang berkepanjangan. Karena itu, percepatan sertifikasi menjadi benteng penting untuk melindungi masyarakat dari mafia tanah dan memberi mereka kepastian hukum yang kokoh atas tanah miliknya.

Selaras dengan itu, Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Kediri, Junaedi Hutasoit, memaparkan capaian PTSL tahun ini yang telah menyelesaikan 45.000 sertifikat. Tahun depan, target tersebut meningkat menjadi 62.500, dan seluruhnya ditargetkan rampung pada 2027.

“Harapannya, anggaran dari pemerintah pusat maupun daerah tidak mengalami pemangkasan, agar target itu bisa kita capai,” ujarnya.

Di Desa Tiron, progresnya terasa nyata. Dari target 5.800 bidang tanah, sebanyak 1.000 sertifikat telah dibagikan hari ini. Sisanya, 4.800 sertifikat, akan disalurkan bertahap karena keterbatasan lokasi kegiatan. Dengan total estimasi 10.000 bidang tanah di desa itu, sekitar 4.000 bidang menjadi fokus berikutnya. Junaedi menegaskan bahwa seluruh tahapan tetap berpegang pada aturan pusat.

“Proses PTSL itu mengikuti ketentuan pemerintah pusat. Semua tanah diukur, dipetakan, dan disertifikatkan selama dokumennya lengkap tanpa membedakan warga mana pun,” jelasnya.

Namun, ia juga mengakui ada tantangan yang sering muncul, seperti pemilik tanah yang tidak berada di tempat atau sengketa waris yang harus dituntaskan terlebih dahulu sebelum proses sertifikasi bisa dilanjutkan.

Di antara warga penerima sertifikat, Suntiah dari Desa Tiron tampak tak bisa menyembunyikan rasa syukurnya. Ia menerima tiga sertifikat dan berencana memanfaatkannya sebagai modal membuka usaha mie ayam bersama suaminya yang selama ini berjualan keliling. Baginya, proses pengajuan sangat mudah dan tidak memerlukan biaya tambahan.

“Persyaratannya kemarin mudah sekali. Saya mengajukan dari tahun lalu, dan selama proses itu saya tidak membayar apa pun, semuanya gratis,” tuturnya dengan senyum lega.

jurnalis : Anisa Fadila
Bagikan Berita :