KEDIRI – Puluhan massa dari gabungan organisasi kepemudaan dan LSM menggelar unjuk rasa, di depan Kelurahan Rejomulyo Kecamatan Kota, Kamis (02/05). Mereka menuntut kejelasan status lahan bersertifikat milik Slamet Riyadi, diserobot untuk pembangunan Balai RW 05 berada di Jalan Sumber Jiput wilayah RT 03 RW 05.
Ketua DPC SAPMA PP Kota Kediri, Bagus Romadon, menegaskan. Bahwa permasalahan ini sudah bergulir selama empat bulan tanpa ada titik terang dari pihak kelurahan.
“Intinya hari ini kami ingin ada kejelasan kapan bangunan itu dibongkar. Saya bukan anti dengan keberadaan balai RW, tapi jika itu bukan aset pemerintah, mengapa bisa berdiri dan bahkan disebut balai RW?” ujarnya di hadapan peserta aksi.
Dalam aksi tersebut, massa akhirnya ditemui Lurah Rejomulyo, Yudi Prasetiyo, didampingi unsur tiga pilar dan Kabag Ops Polres Kediri Kota, AKP Iwan Setyo Budhi. Dalam audiensi, Yudi mengakui bahwa bangunan Balai RW tersebut bukan merupakan aset milik Pemkot Kediri.
“Bangunan itu tidak tercatat dalam aset kelurahan maupun pemkot. Dibangun sudah lama sekitar tahun 1995 hingga 1999,” terang Yudi.
Lurah Akui Pembangunan

Namun pernyataan tersebut justru memunculkan pertanyaan lanjutan dari pihak perwakilan aksi. Bagus mempertanyakan mengapa bangunan non-aset bisa mendapatkan kucuran anggaran dari program Prodamas pada tahun 2021.
“Kalau bukan aset, kenapa bisa ada dana renovasi dari Prodamas? Kami minta lurah membuat surat pernyataan resmi bahwa itu bukan milik pemerintah,” tegasnya.
Ketegangan sempat meningkat saat massa mendesak kelurahan untuk menentukan tenggat waktu pembongkaran. Namun Yudi menolak melakukan pembongkaran karena bangunan itu bukan kewenangan pemerintah.
Tak puas dengan jawaban tersebut, massa memilih membubarkan diri dan berjanji akan menggelar aksi lebih besar jika dalam waktu dekat belum ada kejelasan.
“Senin atau Selasa jika belum ada keputusan, kami akan datang lagi dengan massa lebih besar, bahkan siap membawa alat berat. Balai RW bisa dipindah, tapi kios di sampingnya yang milik pribadi seharusnya juga dibongkar,” ungkap Bagus saat dikonfirmasi usai aksi.
Sementara Yudi menyebut, saat ini proses mediasi masih berlangsung di tingkat kecamatan. Ia menjelaskan bahwa persoalan ini baru mencuat awal tahun ketika dilakukan pengukuran ulang oleh BPN, yang menunjukkan sebagian lahan balai RW masuk dalam sertifikat milik Slamet Riyadi.
“Selama lebih dari 20 tahun tak ada persoalan, karena masyarakat meyakini tanah di belakang itu memang milik warga yang dulu membelinya. Tapi setelah diukur ulang, ternyata bangunan itu berdiri di lahan bersertifikat,” tuturnya.
Terkait ancaman aksi lanjutan, Yudi mengaku tidak memiliki kewenangan untuk melarang, termasuk rencana pembongkaran, mengingat bangunan tersebut bukan aset pemerintah.
jurnalis : Sigit Cahya Setyawan