KEDIRI — Keresahan warga Kediri beberapa pekan terakhir belum juga reda. Keluhan soal motor mendadak mogok, brebet, hingga sulit dihidupkan setelah mengisi Pertalite kian ramai di media sosial. Tak tinggal diam, Polres Kediri bersama tim gabungan Pemkab Kediri turun tangan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke dua stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU): Katang dan Paron, Kamis (30/10).
Langkah cepat ini menjadi jawaban atas gelombang keluhan masyarakat yang merasa ada “yang berbeda” dengan Pertalite akhir-akhir ini — entah dari aroma, warna, atau performa mesin setelah digunakan dan menuding dugaan dilakukan oplosan.
Sidak: Hasil Bersih, Tapi Publik Masih Ragu
Kasatreskrim Polres Kediri, AKP Joshua Peter Krisnawan, menegaskan bahwa sidak dilakukan untuk menelusuri dugaan adanya campuran zat asing dalam bahan bakar jenis Pertalite.
“Kami merespons informasi yang ramai di publik. Dari hasil pemeriksaan di dua SPBU, sejauh ini tidak ditemukan adanya penyimpangan,” jelasnya.
Pemeriksaan dilakukan oleh tim gabungan dari Satreskrim Polres Kediri bersama unsur pemerintahan daerah — termasuk Bidang Perekonomian, Dinas Perdagangan, Satpol PP, dan Dinas Lingkungan Hidup.
Uji yang dilakukan mencakup pemeriksaan visual, uji densitas, dan uji pasta air. Semua hasil, kata Joshua, menunjukkan bahwa Pertalite masih sesuai standar mutu nasional dan tidak terindikasi tercampur bahan lain.
“Sampai saat ini, tidak ada temuan zat asing atau penurunan kualitas,” tegasnya.
Namun di luar temuan resmi itu, keresahan warga masih menggantung. Sebab fakta di lapangan menunjukkan ratusan pengendara motor di Kediri dan sekitarnya tetap mengeluhkan gejala serupa — mesin brebet, akselerasi berat, bahkan beberapa mengalami kerusakan komponen injeksi.
SPBU Klaim Ikuti SOP, Tapi Mesin Warga Bicara Lain
Kepala Shift SPBU Paron, Moh Robpingi, menampik tuduhan bahwa BBM yang disalurkan pihaknya bermasalah.
“Kami selalu mengikuti SOP dengan ketat. Setiap pengiriman BBM kami foto, stik, ambil sampel, dan cek densitasnya,” ujarnya.
Menurutnya, sejauh ini tidak ada laporan resmi dari konsumen terkait gangguan mesin akibat bahan bakar.
“Kalau pun ada keluhan, kami siap bantu cek langsung di SPBU,” tambahnya.
Pernyataan itu tentu menenangkan di atas kertas. Tapi di lapangan, percakapan warga di warung, bengkel, dan grup WhatsApp masih penuh tanda tanya. Apakah mungkin ratusan motor rusak hampir bersamaan, jika bukan karena bahan bakar? Atau ada faktor lain — cuaca ekstrem, perbedaan campuran oli, atau mungkin kondisi pasokan dari terminal distribusi?
Menguji Logika di Tengah Asap Mesin
Fenomena “motor brebet berjamaah” ini menimbulkan satu ironi: hasil uji laboratorium bisa saja steril, tapi gejala empiris di jalan tetap berbicara lain. Publik ingin transparansi lebih jauh — apakah sampel uji benar-benar merepresentasikan BBM yang keluar dari dispenser, atau hanya sebatas contoh acak yang “aman”?
Polres Kediri dan Pemkab berjanji akan melanjutkan pengawasan rutin ke seluruh SPBU, memastikan kualitas Pertalite benar-benar terjaga. Tapi masyarakat tampaknya belum puas hanya dengan hasil “tidak ditemukan penyimpangan.”
Di saat isu ini masih berembus, satu hal jadi jelas: kepercayaan publik terhadap kualitas BBM subsidi sedang diuji. Pertalite boleh saja lulus uji teknis, tapi belum tentu lulus uji kepercayaan.
Pertanyaan yang Masih Menggantung
Kalau bukan karena bahan bakar, lalu apa penyebabnya?
Apakah faktor distribusi, penyimpanan, atau bahkan perubahan spesifikasi dari sumbernya?
Sampai investigasi mendalam dilakukan, masyarakat hanya bisa berharap pada transparansi — bukan sekadar sidak singkat yang berakhir dengan kalimat normatif. Karena yang rusak bukan hanya mesin, tapi juga rasa percaya yang pelan-pelan ikut brebet.

 
                    







