foto : Sigit Cahya Setyawan

Chairul Tanjung Akhirnya Datang ke Ponpes Lirboyo, Minta Maaf ke Mbah Kyai Anwar

Bagikan Berita :

KEDIRI – Chairul Tanjung akhirnya minta maaf ke Ponpes Lirboyo atas tayangan program Expose di Trans7 yang menyinggung perayaan jutaan kaum Nahdliyin. Kisah ini menjadi pelajaran penting tentang tanggung jawab media dan penghormatan terhadap tradisi di lingkungan pondok pesantren.

Pada Kamis, 23 Oktober, suasana Pondok Pesantren Lirboyo di Kota Kediri tampak berbeda dari biasanya. Kunjungan seorang tokoh besar dari dunia bisnis dan media, Chairul Tanjung, menarik perhatian luas masyarakat. Ia datang bukan untuk urusan bisnis atau investasi, melainkan untuk satu hal yang jauh lebih bernilai: meminta maaf secara langsung kepada K.H. Anwar Manshur, selaku pimpinan pengasuh.

Permintaan maaf ini menjadi buntut dari tayangan program “Expose” di Trans7, yang menimbulkan gelombang kritik dari kalangan Nahdliyin. Program tersebut dianggap menyinggung amaliah dan tradisi pesantren, dua hal yang sangat dijaga dan dihormati oleh masyarakat pesantren di Indonesia.

Program Expose awalnya dimaksudkan sebagai tayangan dokumenter investigatif. Namun, salah satu episodenya justru menimbulkan ketersinggungan publik, karena dinilai menyudutkan amaliah yang umum dilakukan di kalangan pesantren dan Nahdliyin. Reaksi keras pun muncul di berbagai daerah — dari media sosial hingga aksi protes di lapangan.

Chairul Tanjung (CT) datang ke Ponpes Lirboyo bersama Abdul Aziz dan Prof. Muhammad Nuh, tokoh pendidikan dan mantan Menteri Pendidikan Nasional. Kedatangan mereka disambut hangat oleh keluarga besar pesantren.

Sebelum menemui pengasuh utama, CT berdialog dengan para keluarga besar pengasuh untuk menjelaskan duduk perkara serta langkah korektif yang telah diambil pihaknya. Diskusi ini menjadi ajang klarifikasi terbuka, sebuah wujud transparansi yang jarang dilakukan oleh pimpinan media besar secara langsung.

Ketika akhirnya bertemu dengan K.H. Anwar Manshur, CT menyampaikan permohonan maaf secara langsung atas tayangan tersebut. Ia menegaskan bahwa kejadian itu bukanlah cerminan dari nilai-nilai CT Corp.

Dalam keterangannya kepada media, Chairul berkata:

“Kami menyampaikan permohonan maaf secara langsung atas tayangan tersebut dan telah mengambil tindakan tegas terhadap pihak yang bertanggung jawab.”

Pemecatan Penanggung Jawab Program

CT mengambil langkah cepat dan tegas. Penanggung jawab program Expose dipecat, sebagai bentuk tanggung jawab institusional. Keputusan ini menunjukkan bahwa dia tidak ingin berlindung di balik alasan teknis atau administratif.

Selain itu, kerja sama dengan rumah produksi yang membuat acara tersebut juga dihentikan. Program Expose sendiri resmi diberhentikan secara permanen. Langkah ini dianggap sebagai bentuk koreksi serius terhadap praktik produksi konten yang kurang sensitif terhadap nilai-nilai budaya dan keagamaan.

“Kami akan memberikan pengarahan yang tegas agar seluruh program televisi tidak menyinggung amaliah dan tradisi pesantren,” ujarnya.

Mbah Kyai Anwar menerima permohonan maaf tersebut dengan kebijaksanaan khas ulama pesantren, hal ini disampaikan KH. Oing Abdul Mu’id Shohib salah satu pengasuh turut mendampingi. Gus Muid sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa pesantren menghargai itikad baik Chairul Tanjung dan menegaskan pentingnya agar tidak ada lagi tayangan yang merendahkan amaliah Nahdliyin. Sikap pesantren ini meredakan gelombang protes dan menegaskan nilai utama pesantren: menjaga martabat dengan adab dan kesabaran.

Reaksi Masyarakat dan Alumni Nahdliyin

Sebelum kunjungan itu, reaksi publik terhadap tayangan Expose sudah meluas. Banyak alumni pesantren dan aktivis NU menyerukan etika dalam jurnalisme dan perlunya literasi budaya di kalangan pembuat konten.

Setelah Chairul datang langsung ke Lirboyo, situasi mereda. Seruan damai dan refleksi justru menjadi sorotan baru: bagaimana sebuah permintaan maaf yang tulus dapat memulihkan kepercayaan dan harmoni sosial.

Kunjungan ini menjadi momentum bagi industri media untuk bercermin. Di era digital yang serba cepat, kecepatan sering kali mengalahkan kedalaman dan empati. Kasus ini mengingatkan bahwa konten yang menyinggung nilai agama dapat menimbulkan luka sosial yang dalam.

Langkah tegas CT Corp menunjukkan bahwa tanggung jawab moral masih memiliki tempat dalam dunia bisnis. Etika dan profit dapat berjalan beriringan bila dipandu oleh nilai kemanusiaan dan penghormatan terhadap keragaman.

jurnalis : Sigit Cahya Setyawan
Kami atas nama PT. Kediri Panjalu Jayati menyampaikan terkait Penggunaan Ulang Karya Jurnalistik Tanpa Izin, UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kami mengingatkan bahwa setiap konten berita yang diterbitkan oleh kediritangguh.co merupakan karya cipta yang dilindungi undang-undang. Oleh karena itu, setiap bentuk penggandaan, pengutipan penuh, maupun publikasi ulang tanpa izin melanggar hukum dan dapat dikenai sanksi pidana.
Bagikan Berita :