Program Lapor Mbak Wali 112 merupakan inisiatif Pemerintah Kota Kediri untuk membuka jalur komunikasi langsung antara warga dan pemimpin daerah. Dengan slogan “Suarakan dan Salurkan Aspirasi Anda, Kita Bangun Kota Kediri Bersama!”. Program ini bakal direncanakan di launching 27 mei besok di Balai Kota. Tujuan utamanya, menggugah semangat kolaboratif antara masyarakat dan pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan kota.
Namun, agar benar-benar menjadi saluran yang efektif dan terpercaya, program ini memerlukan penguatan di sisi prosedur dan pengalaman pengguna (user experience). Saat ini, alur pengaduan melibatkan tiga tahap utama:
- Warga menyampaikan aduan.
- Warga diminta memindai QR Code untuk terhubung dengan WhatsApp Bot ‘Lapor Mbak Wali’.
- Warga mengisi formulir aduan, yang kemudian diterima dan dikelola oleh admin pusat (Admin Pool).
Secara teknis, alur ini cukup ringkas dan memanfaatkan teknologi yang sudah akrab di masyarakat, yakni WhatsApp. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada tiga hal penting:
- Aksesibilitas QR Code: Tidak semua warga akrab dengan pemindaian QR code atau memiliki perangkat yang mendukung. Alternatif lain seperti nomor WA langsung atau integrasi dengan aplikasi resmi Pemkot bisa memperluas jangkauan pengguna.
- Responsivitas Admin Pool: Sistem ini tidak akan optimal tanpa kecepatan tanggapan dari pihak pengelola. Pengaduan warga perlu mendapat respons awal dalam waktu yang jelas dan terukur, agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Setelah pengaduan masuk, warga perlu tahu sejauh mana tindak lanjut dilakukan. Tanpa pelaporan berkala atau notifikasi perkembangan kasus, partisipasi warga bisa menurun karena merasa aduannya tidak berdampak.
Secara keseluruhan, “Lapor Mbak Wali 112” merupakan langkah maju dalam demokratisasi layanan publik. Namun agar benar-benar menjadi media partisipatif yang kuat, perlu dilakukan peningkatan dari segi kemudahan akses, transparansi proses, dan kecepatan respon.
Dengan begitu, program ini tidak hanya menjadi kanal pengaduan, tapi juga jembatan kepercayaan antara warga dan pemerintah. Untuk memastikan program ini berjalan sesuai harapan, beberapa potensi kendala perlu diidentifikasi sejak dini agar tidak menjadi hambatan di lapangan:
1. Kesenjangan Digital di Kalangan Pengguna
Tidak semua warga akrab dengan penggunaan QR Code atau WhatsApp Bot. Kelompok usia lanjut atau warga dengan keterbatasan akses teknologi bisa kesulitan mengakses layanan ini. Alternatif kanal pelaporan seperti hotline manual, SMS, atau layanan offline di kantor kelurahan perlu disediakan agar program ini inklusif.
2. Beban Admin Pool yang Berlebihan
Jika volume laporan tinggi dan tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang cukup, respons terhadap aduan bisa melambat. Hal ini bisa menimbulkan persepsi bahwa laporan warga diabaikan. Maka, perlu ada sistem ticketing otomatis, dashboard prioritas, atau pelibatan perangkat daerah untuk distribusi beban kerja.
3. Kurangnya Umpan Balik pada Pelapor
Salah satu titik krusial adalah tidak adanya mekanisme follow-up yang jelas. Tanpa pemberitahuan status atau hasil penyelesaian masalah, warga bisa kehilangan kepercayaan dan enggan melapor kembali. Notifikasi otomatis atau fitur pelacakan status aduan bisa menjadi solusi.
4. Aduan yang Tidak Terstandar atau Kurang Jelas
Sistem yang hanya mengandalkan isian bebas melalui WhatsApp berisiko menerima laporan yang tidak lengkap atau tidak relevan. Diperlukan format pengisian yang sistematis dan panduan pelaporan agar data yang masuk bisa segera ditindaklanjuti dengan tepat.
5. Potensi Penyalahgunaan Layanan
Tanpa verifikasi identitas pelapor atau batasan tertentu, sistem bisa dimanfaatkan untuk laporan palsu, provokasi, atau spam. Diperlukan mekanisme penyaring dan penegakan sanksi agar layanan tetap kredibel dan tidak overload oleh laporan fiktif.
Bagikan Berita :








