KEDIRI – Munculnya kabar upeti diterapkan pada Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang Jalan Jaksa Agung Suprapto Kota Kediri, selama bulan Ramadan rupanya hanyalah isu tak terbukti. Apalagi hingga mencatut nama Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati.
Beberapa pedagang membenarkan memang ada iuran dengan besaran bervariasi, sementara lainnya menyebut pungutan tersebut berdasarkan kesepakatan.
Seperti disampaikan Diana Ning Tiyas (41), pedagang es campur asal Tirtoudan, merupakan salah satu pedagang pendatang yang hanya berjualan selama Ramadan.
“Saya biasanya jualan di kawasan Simpang Lima Gumul. Tapi selama Ramadan, saya pindah ke sini. Omzet saya selama tiga hari ini rata-rata Rp1 juta, pernah sampai Rp1,4 juta. Tidak ada biaya harian, semuanya gratis,” katanya.
Selly Putri, warga Bujel yang sudah berjualan di lokasi ini selama 10 tahun, memiliki pengalaman berbeda. Ia menyebut ada iuran yang harus dibayarkan oleh para pedagang.
“Di sini setiap hari ada tarikan buat pedagang takjil, ada yang Rp30 ribu, ada juga yang Rp150 ribu. Kalau rombong besar, bisa lebih mahal. Pedagang pendatang rata-rata kena Rp150 ribu. Selain itu, ada iuran Rp10 ribu seminggu sekali untuk kebersihan ke dinas,” ujarnya.
Selly juga menyebut bahwa pembayaran iuran ini berkaitan dengan fasilitas tambahan yang diterima pedagang.
“Di awal saya ditarik Rp30 ribu, tapi saya tidak dapat apa-apa. Sementara yang bayar Rp150 ribu, dapat apron dan kaos. Setuju atau tidak, ya daripada tidak jualan disini,” imbuhnya.
Menanggapi beragam informasi tersebut, Isya Fitriani selaku koordinator PKL di Jalan Jaksa Agung Suprapto saat dikonfirmasi Selasa, (04/03) menegaskan. Bahwa semua iuran yang ada merupakan hasil kesepakatan bersama.
“Jumlah PKL di sini totalnya ada 205 orang, termasuk 55 pedagang reguler. Saya sudah mengkoordinir sejak Tahun 2016 dan sudah mendapat izin dari pihak kelurahan, Disperdagin, serta Satpol PP dan dapat lampu Hijau dari PJ Walikota,” jelasnya.
Isya juga meluruskan bahwa iuran awal sebesar Rp150 ribu bukan merupakan pungutan liar, melainkan kesepakatan pedagang sendiri untuk pengadaan fasilitas seperti Id card, kaos dan apron.
Sementara itu, untuk tarikan harian, Isya menyebut bahwa hal itu bersifat sukarela dan digunakan untuk operasional karang taruna.
“Yang mengelola kebersihan di sini adalah gabungan karang taruna. Sampah diangkut sendiri, parkir dikelola warga Mojoroto. Tidak ada paksaan, mau memberi silakan, tidak juga tidak masalah. Yang penting tempat ini bersih, tertata, dan pedagang merasa nyaman,” pungkasnya.
jurnalis : Sigit Cahya Setyawan