Kisah ini bukan hanya soal prestasi olahraga, tapi juga refleksi dari pola pengasuhan yang sehat—yang menekankan dukungan tanpa paksaan, disiplin tanpa kekerasan, dan pencapaian tanpa harus mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Di tengah banyaknya narasi orang tua yang memaksakan mimpi pada anak, keluarga ini menjadi contoh bahwa ketika semangat lahir dari dalam diri anak, maka prestasi akan mengikuti secara alami.
KEDIRI – Di tengah padatnya aktivitas sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri, H. Muhammad Anang Kurniawan bersama sang istri, Hj. Usmanika, justru menunjukkan bahwa kesibukan bukanlah alasan untuk abai terhadap tumbuh kembang anak-anak. Mereka membuktikan bahwa keluarga bisa menjadi tempat terbaik untuk menanamkan nilai disiplin, semangat juang, dan keberanian menghadapi tantangan—semua itu terwujud lewat dunia taekwondo.
Kisah ini bermula dari keinginan sederhana: memberi kegiatan positif bagi sang anak sulung. Saat baru duduk di bangku kelas 1 SD, sang anak diperkenalkan pada olahraga bela diri taekwondo di sebuah dojang milik tetangga. Tak ada ambisi besar saat itu—hanya harapan agar anak bisa tumbuh aktif dan punya prestasi non-akademik.
Namun siapa sangka, keputusan itu menjadi awal dari perjalanan panjang yang membawa anak-anak mereka ke kancah nasional, bahkan internasional. Meski sempat berhenti untuk fokus pada olimpiade akademik, sang sulung kembali ke arena taekwondo di kelas 4 SD dan langsung mencetak prestasi—meraih medali perak di sebuah kejuaraan di Ngawi. Itulah titik balik yang menegaskan bahwa bakatnya bukan main-main.
Prestasi demi prestasi pun menyusul. Ia tampil di ajang Popda, dipanggil ke pelatnas, dan akhirnya membela Indonesia dalam kejuaraan internasional di Vietnam. Meski belum membawa pulang medali dari ajang itu, pengakuan sebagai atlet nasional sudah menjadi kebanggaan tersendiri.
Kini, ia menempuh pendidikan di SMA Taruna Nusantara, Magelang, sembari tetap aktif bertanding dan mewakili Kota Kediri dalam tim Porprov Jawa Timur. Semangatnya terbukti menular: adik-adiknya—yang awalnya punya minat berbeda—akhirnya ikut terjun ke taekwondo. Bahkan dua yang bungsu sudah mulai latihan sejak taman kanak-kanak.
Uniknya, semua ini tidak lahir dari paksaan. Usmanika menekankan pentingnya motivasi dari dalam diri anak. Alih-alih menekan, ia memilih mencontohkan dan mengajak anak-anak melihat langsung dunia yang mereka bisa pilih sendiri. Hasilnya? Mereka tumbuh menjadi anak-anak yang disiplin, gigih, dan punya kemauan kuat untuk terus berkembang.
Perjalanan itu tentu tidak selalu mulus. Anak ketiga sempat mengalami kegagalan berulang selama 2,5 tahun, bahkan pernah cedera di tengah pertandingan. Namun keluarga ini memilih bertahan. Mereka tidak menjadikan medali sebagai ukuran utama, melainkan keberanian untuk terus bangkit. Usaha itu terbayar ketika ia akhirnya meraih emas dan dinobatkan sebagai atlet terbaik di kejuaraan Malang.
Sejak 2021, Usmanika memutuskan berhenti dari kegiatan berdagang untuk mendampingi anak-anaknya sepenuhnya—menjadi manajer, pendamping, sekaligus motivator utama mereka. Kini, keempat anak mereka aktif sebagai atlet taekwondo kategori tarung, dengan dedikasi dan performa yang terus berkembang.
Harapan Usmanika sederhana namun bermakna dalam: agar anak-anaknya tidak hanya sukses dalam akademik dan olahraga, tetapi juga menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang lain. “Entah lewat taekwondo atau jalan lain yang mereka pilih nanti, yang penting mereka tumbuh menjadi manusia yang membawa manfaat,” tuturnya penuh keyakinan.
jurnalis : Anisa Fadila