KEDIRI – Ratusan miliar rupiah dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) kembali menjadi sorotan tajam dalam Rapat Paripurna DPRD Kota Kediri, Kamis (25/9). Rapat yang digelar di Gedung Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) milik Pemerintah Kota Kediri itu. Menyingkapkan fakta, bahwa lebih dari Rp338 miliar uang rakyat belum termanfaatkan optimal.
Para legislator menegaskan, anggaran dalam Rancangan Perubahan APBD 2025 tak boleh hanya berhenti di atas kertas. Alokasinya harus menyentuh langsung kebutuhan warga, terutama sektor pendidikan, kesehatan, dan penguatan ekonomi lokal.
Terkait hal ini, Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati, menegaskan kebijakan anggaran tak boleh dipandang sebagai formalitas belaka. Menurutnya, angka-angka dalam APBD baru bermakna jika memberi dampak nyata pada masyarakat.
“Tujuan besarnya jelas: meningkatkan kualitas pendidikan, layanan kesehatan, mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus menekan angka kemiskinan. Kalau tidak memberi efek nyata, anggaran hanya jadi catatan administratif,” ujarnya usai rapat.
Terkait hal ini, Ketua DPRD Kota Kediri, Dra. Firdaus, menyampaikan peringatan keras soal arah kebijakan anggaran. Ia menegaskan DPRD akan mengawal ketat pembahasan, agar setiap rupiah benar-benar untuk kepentingan publik, bukan sekadar formalitas serapan.
“Prinsip kami sederhana: setiap rupiah dari APBD harus kembali pada masyarakat. Itu yang akan kami kawal dalam pembahasan perubahan anggaran ini,” katanya.
BPPKAD Klaim SILPA Bukan Akibat Lemah Serapan
Di sisi lain, Kepala BPPKAD Kota Kediri, Sugeng Wahyu, membeberkan rincian SILPA. Total dana yang tercatat mencapai Rp338.183.377.781,83. Namun, ia membantah anggapan bahwa jumlah besar ini lahir dari lemahnya penyerapan anggaran.
Menurut Sugeng, angka itu justru berasal dari pendapatan daerah yang melampaui target serta efisiensi belanja. Dari total SILPA, sebesar Rp330,94 miliar sudah dialokasikan di APBD awal, sehingga yang benar-benar masuk dalam Perubahan APBD hanya Rp7,24 miliar.
“Kondisi keuangan kita sehat. Tingkat penyerapan tetap stabil di angka 85–90 persen tiap tahun. SILPA ini akan diarahkan pada program prioritas, mulai pendidikan, kesehatan, sampai infrastruktur,” tegasnya.
Meski pemerintah kota menyebut kondisi keuangan “sehat”, fakta SILPA ratusan miliar tetap menimbulkan pertanyaan publik. Apakah kelebihan ini benar cerminan kinerja efisien, atau justru sinyal lemahnya perencanaan anggaran?
Yang jelas, DPRD berjanji tidak akan memberi ruang bagi dana SILPA mengendap sia-sia. Publik kini menunggu, apakah janji alokasi untuk kebutuhan mendasar benar-benar diwujudkan, atau lagi-lagi hanya berhenti sebagai jargon dalam dokumen APBD.